WahanaNews.co | Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menemukan kasus terkonfirmasi hepatitis akut misterius karena menurutnya jenis penyakit ini belum ada definisi dan jenis penyebabnya.
Sekretaris Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyebut, terdapat 436 kasus yang ditengarai hepatitis akut misterius yang tersebar di 27 negara.
Baca Juga:
Kemenkes Minta Masyarakat Jangan Anggap Enteng Dampak Polusi Udara
“Kalau kita lihat negara-negara lain itu mencatatkan ada 436 kasus dari 27 negara. Indonesia melaporkan 1 kasus kematian dan 4 kasus dengan klasifikasi masih pending klasifikasi,” kata Nadia dalam Dialektika Demokrasi yang bertajuk “Hepatitis Akut Mengancam, Bagaimana Antisipasinya?” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022).
“Jadi dia masih bisa mencatatkan ada 5 kematian yang diduga oleh hepatitis akut berat yang belum diketahui, tetapi 4 yang kita laporkan itu masih sangat mungkin untuk keluar dari kriteria tersebut karena hasil pemeriksaan laboratorium belum kuat,” tuturnya.
Soal kemungkinan menjadi pandemi, Nadia menjelaskan, kalau melihat perkembangan kasus, kecepatan penambahan kasus dan fatalitas kasus, Hepatitis akut misterius ini kecil sekali kemungkinannya jika berkembang menjadi pandemi.
Baca Juga:
85 Persen Isi RUU Kesehatan Terkait Perbaikan Layanan
Hal itu karena kondisinya tidak akan mengancam begitu banyak dan menyebabkan aktivitas masyarakat terganggu, tetapi tetap perlu diwaspadai.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 tersebut menjelaskan, dalam epidemiologi, tahapan-tahapan penyakit dimulai dari peningkatan kasus, kejadian luar biasa, wabah, endemi, dan pandemi.
Sementara untuk hepatitis akut ini, WHO meminta berhati-hati agar tidak terjadi kejadian luar biasa dan kasus terbanyak menyerang anak-anak.
Kemudian, sambung dia, para ahli mengatakan gejala Hepatitis akut berat ini mirip dengan gejala Hepatitis A yang penularannya melalui makanan, juga mengimbau masyarakat untuk cuci tangan, tidak makan sembarangan dan jangan berbagi alat makan dengan orang lain.
“Kalau kita terus meningkatkan kewaspadaan untuk sindrom atau demam kuning, jadi Puskesmas itu kalau kemudian ada peningkatan sindrom atau demam kuning di daerahnya yang dilaporkan dia harus melakukan namanya kontak investigasi,” tutur Nadia. [rsy]