WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya terhadap transisi menuju energi bersih, sejalan dengan implementasi Perjanjian Paris.
Komitmen ini ditegaskan dalam Asta Cita Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menargetkan tercapainya kedaulatan energi nasional melalui pengembangan energi hijau dan energi baru terbarukan demi kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:
Tingginya Minat akan Kendaraan Listrik Dorong Pemerintah Indonesia dan Korsel Bangun Pusat Layanan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk mencapai target emisi nol bersih (Net Zero Emission) pada tahun 2060 dengan pendekatan yang hati-hati.
Salah satu langkah konkret yang tengah dijalankan adalah pemanfaatan hidrogen sebagai sumber energi bersih secara menyeluruh.
"Saya ingin mengatakan bahwa Indonesia akan selalu berada pada bagian yang akan menjalankan komitmen itu (Paris Agreement) tetapi dengan penuh hati-hati secara mendalam. Buktinya bahwa Pak Presiden Prabowo telah mencanangkan Asta Cita, berbicara tentang kedaulatan swasembada energi, di dalamnya di situ adalah energi hijau, energi baru terbarukan, dan hidrogen merupakan bagian daripada visi besar Bapak Presiden," ujar Bahlil saat membuka Global Hydrogen Ecosystem Summit (GHES) 2025 di Jakarta, Selasa (15/4).
Baca Juga:
Percepat Ekosistem KLBB, Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan Bangun Service Center
Ia menambahkan, ke depan hidrogen akan menjadi elemen penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
Pada 2060, hidrogen hijau diproyeksikan berkontribusi hingga USD 70 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menciptakan sekitar 300 ribu lapangan kerja langsung di sektor elektrolisis hidrogen hijau.
Bahlil mendorong peningkatan daya saing Indonesia di sektor energi hijau, dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif untuk menembus pasar global seperti Eropa dan Amerika.
"Dalam perspektif Indonesia, kita mempunyai keunggulan kompetitif terhadap energi hijau yang kemudian bisa kita penetrasi kepada pasar di mana pun, Eropa, Amerika, di mana saja. Karena kita saling membutuhkan, kita harus membangun komunikasi politik, komunikasi ekonomi yang win-win, yang saling menguntungkan," jelasnya.
Terkait hidrogen, Bahlil menyatakan bahwa teknologi ini kini semakin terjangkau dan kompetitif, sehingga potensial untuk dikembangkan lebih luas dalam industri strategis nasional.
Kementerian ESDM, lanjutnya, juga akan mendorong lahirnya regulasi pendukung, termasuk struktur harga yang lebih baik guna membuka pasar yang lebih besar.
"Semakin hari, akan dilakukan efisiensi terhadap penemuan-penemuan teknologi baru. Dan saya menunggu agar ini menjadi bagian terpenting dalam kontribusi kita kepada bumi, untuk mendorong energi baru dan terbarukan,"
tandas Bahlil.
Pada kesempatan yang sama, Bahlil meluncurkan Buku Roadmap Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN), yang disiapkan sebagai pedoman strategis dalam pengembangan ekosistem hidrogen dan amonia, baik di tingkat nasional maupun global.
Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiyani Dewi, menjelaskan bahwa RHAN mencakup berbagai strategi produksi, pemanfaatan, serta rencana implementasi dan aksi konkret dari berbagai sektor industri.
"Buku RHAN merupakan dokumen yang mencakup analisis produksi, pemanfaatan, dan bagaimana strategi implementasinya, juga rencana aksi. Kami sudah mengidentifikasi dari berbagai industri, ada 215 rencana aksi di dalam roadmap ini. Kita melihat perspektif mendatang untuk mengembangkan ekosistem hidrogen dan amonia di dalam negeri maupun global," ujar Eniya.
Selain peluncuran roadmap, pembukaan GHES 2025 juga diisi dengan penandatanganan sejumlah Nota Kesepahaman (MoU) terkait kerja sama pemanfaatan hidrogen di berbagai sektor.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]