Namun berdasarkan data Polda NTT, pada 2004-2006, kurang lebih 3.000 nelayan asal NTT ditangkap ketika memasuki kawasan tersebut.
Terbaru, polisi perbatasan Australia juga menangkap beberapa nelayan dan menenggelamkan kapal mereka karena dianggap melanggar batas negara ketika menangkap ikan di perairan Pulau Pasir pada 2021 lalu.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Pembakaran kapal nelayan Indonesia ini membuat Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, naik pitam.
Sebagai tanda protes, Adin pun membatalkan patroli bersama Pasukan Perbatasan Australia (ABF).
Ia mendasarkan keputusannya pada pernyataan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, mengenai betapa penting peran negara dalam pengendalian kapal perikanan sebagai upaya menjaga keberlanjutan sumber daya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni, pun meminta pemerintah pusat serius menangani garis batas maritim Pulau Pasir.
Menurut Ferdi, klaim atas gugusan Pulau Pasir bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS).
Dalam konvensi ini, dijelaskan bahwa bila jarak dua negara kurang dari 400 mil laut, maka yang digunakan adalah garis median.