WahanaNews.co | Plt Direktur Jenderal Layanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir, menyatakan, laboratorium yang tidak mematuhi ketentuan soal batas maksimum harga tes PCR dapat dijatuhi sanksi berupa penutupan dan pencabutan izin.
Abdul mengatakan, sanksi dijatuhkan jika pembinaan yang dilakukan oleh dinas kesehatan masing-masing kabupaten/kota tidak membuat laboratorium tersebut mematuhi ketentuan yang ada.
Baca Juga:
Ini Beda Tes PCR Pada Pasien Covid-19 dengan Cacar Monyet
"Bilamana dengan pembinaan itu kita gagal untuk memaksa mereka untuk mengikuti ketentuan kita, maka tentunya sanksi terakhirnya bisa dengan melakukan penutupan laboratorium dan pencabutan izin operasional," kata Abdul dalam konferensi pers, Rabu (27/10/2021).
Abdul mengatakan, pengawasan dan pembinaan terhadap laboratorium dan rumah sakit penyedia tes PCR merupakan ranah dinas kesehatan di tingkat kabupaten/kota.
Oleh karena itu, kata Abdul, Dinas Kesehatan-lah yang nantinya akan menjatuhi sanksi bagi laboratorium yang bandel.
Baca Juga:
KAI Mulai Berlakukan Wajib Tes RT-PCR Bagi Pelanggan Usia 18 Tahun yang Belum Booster
"Dengan demikian teguran secara lisan, teguran secara tertulis, sampai kepada sanksi misalnya, itu bisa dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten dan kota," ujar Abdul.
Diberitakan, Kementerian Kesehatan menetapkan batas biaya tertinggi tes PCR di Jawa-Bali sebesar Rp 275.000 dan Rp 300.000 untuk daerah di luar dua pulau itu.
Abdul mengatakan, tarif tersebut diputuskan setelah melakukan evaluasi terhadap komponen-kompenen tes PCR seperti layanan, harga reagen, biaya administrasi overhead dan lainnya.
Ia meminta seluruh fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan laboratorium menerapkan ketentuan harga tertinggi tes PCR yang telah ditetapkan. [dhn]