"Hukum Pemilu adalah hukum administrasi negara dan hukum tata negara, tak bisa diputuskan oleh Pengadilan Umum. Itu kompetensinya Bawaslu dan PTUN," katanya.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan yang berkomentar soal putusan PN Jakpus itu hampir semua pimpinan parpol utama yang sudah lolos verifikasi.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Ada juga komentar dari politisi, akademisi, pengamat dan media mainstream yang menyebut putusan itu salah.
"Mengapa mereka tidak digugat juga sekalian kalau itu dianggap melanggar hak perdata Perkomhan? Buktinya juga pada tingkat banding putusan PN itu dibatalkan seluruhnya oleh Pengadilan Tinggi yang berarti komentar publik itu benar secara hukum," kata Mahfud.
"Apa legal standing Perkomhan merasa punya hak perdata atas hak publik untuk berstatemen?" ujarnya menambahkan.
Baca Juga:
KEDAN Menepis Isu Ketakutan Terhadap Masyarakat
Gugatan Perkomhan bernomor 205/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst dan didaftarkan ke PN Jakpus pada Rabu (29/3).
Dalam laman sipp.pn-jakartapusat.go.id yang dilansir CNNIndonesia, Mahfud digugat untuk membayar Rp1.025.000.000.
Dalam surat gugatan atau petitum, penggugat memohon kepada pengadilan agar memerintahkan Mahfud memohon maaf atas perbuatannya karena dinilai melawan hukum.