WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dukungan terhadap pengelolaan sampah menjadi energi kembali mendapat dorongan strategis.
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyatakan apresiasinya atas kesiapan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang hendak terjun mendukung bisnis pengolahan sampah di Indonesia.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Menkop Jadikan Isu Sampah Prioritas dalam Pendirian KopDes
Menurutnya, langkah ini bukan hanya penting dari sisi ekonomi, tetapi juga krusial untuk menyelamatkan masa depan lingkungan nasional.
"Selain investasi bisnis, ini juga merupakan investasi dalam martabat bangsa. Pengelolaan sampah bukan lagi pilihan, tetapi keniscayaan," tegas Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, Selasa (6/5/2025).
Tohom menilai, potensi bisnis pengolahan sampah menjadi energi listrik merupakan bagian dari ekosistem ekonomi hijau yang harus segera dikejar pemerintah, apalagi jika melihat potensi balik modal yang disebut bisa tercapai dalam 5–6 tahun sebagaimana dipaparkan Chief Investment Officer BPI Danantara, Pandu Sjahrir.
Baca Juga:
Songsong Kota Global Aglomerasi Jabodetabekjur, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Pemerintah Buat Regulasi Izin Tinggal WNA
“Kalau di luar negeri bisa balik modal dalam 5-6 tahun, maka kita harus pastikan bahwa Indonesia punya regulasi, teknologi, dan birokrasi yang membuat investasi ini feasible. Jangan sampai peluang emas ini justru jadi mandek karena karut-marut regulasi,” ujar Tohom.
MARTABAT Prabowo-Gibran, yang merupakan gerakan relawan nasional pendukung pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, menyebut bahwa visi pembangunan pemerintahan mendatang harus menempatkan isu pengelolaan sampah dalam kerangka kedaulatan energi nasional.
Tohom menegaskan bahwa Prabowo-Gibran membawa semangat transformasi hijau yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga keberlanjutan lingkungan.
“Dukungan terhadap Danantara adalah bentuk konkret dari semangat Prabowo-Gibran untuk membangun Indonesia yang bersih, mandiri secara energi, dan berdaulat secara lingkungan,” jelasnya.
Tohom juga mengkritisi lambannya reformasi regulasi terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Menurutnya, meski ada upaya penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur soal ini, pemerintah tidak boleh hanya berhenti pada tataran normatif.
“Sebenarnya, selama ini investor ngantri, tapi pada akhirnya mundur karena birokrasi ruwet dan tarif listrik dari PLTSa yang tidak menarik. Jangan hanya ‘waste to energy’, tapi juga harus ‘waste to policy clarity’,” sentil Tohom.
Tohom Purba yang juga pengamat energi dan lingkungan ini menyoroti pentingnya seleksi teknologi dalam pembangunan PLTSa.
Menurutnya, teknologi yang masuk ke Indonesia harus sudah teruji di berbagai negara dan tidak menciptakan dampak lingkungan sekunder.
“Teknologinya harus bersih, terukur, dan bisa diintegrasikan dengan sistem energi nasional. Jangan sampai kita hanya memindahkan masalah dari sampah menjadi polusi udara atau air,” imbuh Tohom.
Lebih lanjut, Tohom juga menyerukan agar pemerintah tidak hanya menggantungkan diri pada investor asing, tetapi juga memberdayakan pelaku usaha dan peneliti dalam negeri untuk terlibat dalam rantai pasok teknologi dan operasional pengelolaan sampah.
“Ekosistemnya harus dibangun dari hulu ke hilir. Kita punya SDM unggul, kampus-kampus teknik yang mumpuni, dan anak-anak muda dengan inovasi luar biasa. Jangan biarkan mereka jadi penonton di tanah air sendiri,” pungkasnya.
Dengan langkah Danantara dan dorongan dari berbagai pihak seperti MARTABAT Prabowo-Gibran, harapan akan terbangunnya ekosistem energi berkelanjutan berbasis pengelolaan sampah kian terbuka.
Namun, kerja besar ini tetap membutuhkan sinergi, keberanian politik, dan ketegasan arah kebijakan agar benar-benar dapat menjawab tantangan zaman.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]