WAHANANEWS.CO, Jakarta - Relawan nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyambut positif langkah sejumlah emiten besar seperti PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA), PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA), dan PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk. (BIPI) yang mulai terjun serius mengembangkan bisnis pengelolaan sampah menjadi energi listrik atau waste-to-energy (WtE).
Bagi MARTABAT, inisiatif tersebut sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran yang menempatkan ketahanan energi dan kemandirian pengelolaan lingkungan sebagai fondasi pembangunan nasional.
Baca Juga:
Transformasi Energi di Dermaga Militer: PLN Suplai Listrik untuk Koarmada II
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa keterlibatan dunia usaha dalam proyek konversi sampah menjadi listrik merupakan tanda bahwa sektor swasta tidak hanya mengejar profit, tetapi juga mulai memahami tanggung jawab ekologis dan keberlanjutan jangka panjang.
“Selama ini negara kita menghadapi dua persoalan besar sekaligus: sampah yang menumpuk dan kebutuhan energi yang terus meningkat. Jika perusahaan seperti TOBA, OASA, dan BIPI bergerak serius, maka kita sedang menyaksikan babak baru kemandirian energi nasional,” ujar Tohom, Jumat (10/10/2025).
Menurutnya, pemerintah membutuhkan mitra strategis yang tidak hanya piawai dalam investasi, tetapi juga memiliki visi masa depan dalam mengelola sumber energi alternatif.
Baca Juga:
Darurat Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pemerintah Bangun PLTSa di 33 Provinsi
Ia menilai langkah TOBA yang memperluas lini bisnis pasca akuisisi Sembcorp Environment adalah contoh jelas bahwa transformasi menuju ekonomi rendah karbon bukan lagi wacana, tetapi sudah dalam tahap eksekusi.
“Ketika korporasi besar mulai beralih dari batu bara ke energi rendah emisi, itu artinya iklim investasi nasional mulai bergerak ke arah yang lebih sehat,” jelasnya.
Tohom juga memuji kesiapan OASA dan BIPI yang sudah mengantongi proyek PSEL di berbagai kota, bahkan ada yang sudah berada dalam tahap studi kelayakan akhir.
Hal ini, menurutnya, harus dijadikan momentum oleh pemerintah daerah agar tidak tertinggal dalam agenda transformasi energi.
“Jangan sampai dunia usaha berlari cepat, tetapi kebijakan daerah justru berjalan pelan karena birokrasi. Ketika regulasi seperti Perpres PLTSa diterbitkan, maka semua pihak, baik pusat, daerah, maupun pelaku industri, harus bergerak dalam satu irama,” tegasnya.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini menegaskan bahwa teknologi WtE bukan hanya proyek bisnis, tetapi instrumen strategis yang dapat mengurangi beban TPA, membuka lapangan kerja baru, dan menjadikan sampah sebagai aset ekonomi.
“Pendekatan ekonomi sirkular harus segera menjadi dasar kebijakan nasional. Kita tidak boleh lagi melihat sampah sebagai beban APBD, tetapi sebagai bahan bakar masa depan yang bisa dikonversi menjadi energi listrik bernilai tinggi,” ucapnya.
Ia menambahkan, bila proyek-proyek seperti yang disiapkan TOBA, OASA, dan BIPI dikawal dengan regulasi yang tegas dan terukur, maka Indonesia berpeluang menjadi pusat pengembangan industri energi berbasis limbah terbesar di Asia Tenggara.
“Indonesia jangan hanya jadi pasar teknologi, tapi harus jadi pemain utama. Dengan dukungan politik yang kuat dari pemerintahan Prabowo-Gibran, saya yakin kita bisa mencapai swasembada energi ramah lingkungan,” tutupnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]