Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini mengatakan bahwa dibutuhkan pengawasan publik agar program PSEL tidak berhenti pada seremoni dan kunjungan lapangan semata.
Ia meminta semua proses dikawal mulai dari kesiapan lahan, pembebasan lokasi tambahan, ketersediaan air operasional, hingga integrasi pasokan dari Kota dan Kabupaten Bogor.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Target PLN 75% Pembangkit Listrik dari Energi Terbarukan dalam 10 Tahun
“Melihat fakta lapangan, dengan timbulan sampah 1.500 ton per hari di Galuga dan dukungan pasokan dari Pemda, maka logika energinya sudah terpenuhi. Tantangannya bukan lagi soal cukup atau tidaknya sampah, tetapi soal konsistensi negara dalam memaksa sistem berjalan. Pemerintah harus memastikan tidak ada tarik-menarik kepentingan antar daerah maupun antar institusi,” kata Tohom menegaskan.
Ia juga mengingatkan pentingnya edukasi publik, bukan hanya pembangunan fasilitas.
“Pemerintah perlu memastikan masyarakat paham bahwa energi listrik dari PSEL ini adalah bagian dari strategi besar kedaulatan energi nasional. Rakyat harus dilibatkan bukan sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari rantai energi baru.”
Baca Juga:
Biaya Listrik di Indonesia Timur Selangit, ESDM Dorong Peralihan ke Energi Terbarukan
Tohom menilai sinergi antara negara, PLN, dan pemangku kebijakan daerah harus diikat dalam satu sistem pengelolaan yang akuntabel dan terukur.
Ia bahkan mendorong agar pemerintah menjadikan program PSEL sebagai proyek percontohan nasional yang nantinya diterapkan di berbagai kota besar.
“Kalau ini sukses, Indonesia bisa masuk babak baru: dari sampah menjadi listrik, dari beban menjadi kekuatan. Ini momentum yang tidak boleh disia-siakan,” tutupnya.