WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyampaikan apresiasi atas langkah cepat pemerintah pusat yang membentuk tim lintas kementerian untuk mempercepat pembangunan fasilitas Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).
Bagi MARTABAT, pembentukan tim ini menunjukkan keseriusan negara dalam menjadikan sampah bukan lagi beban lingkungan, melainkan sumber energi strategis masa depan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Target PLN 75% Pembangkit Listrik dari Energi Terbarukan dalam 10 Tahun
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menilai langkah koordinatif yang melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Kemendagri, Kemenko Pangan, PLN, hingga mitra teknis Danantara adalah sinyal nyata bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak ingin berlama-lama dalam fase wacana.
“Ini bukan sekadar proyek teknis, tetapi simbol perubahan paradigma. Sampah tidak lagi harus diangkut dan ditimbun, tetapi harus diolah dan menghasilkan listrik yang kembali ke rakyat,” ujar Tohom, Sabtu (11/10/2025).
Tohom menyebut verifikasi lapangan yang sudah dimulai di TPA Galuga, Kabupaten Bogor, sebagai langkah teknokratik yang tepat.
Baca Juga:
Biaya Listrik di Indonesia Timur Selangit, ESDM Dorong Peralihan ke Energi Terbarukan
Ia menekankan bahwa keberanian pemerintah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) untuk menetapkan lokasi PSEL adalah bentuk keseriusan menghadapi krisis sampah nasional yang telah menumpuk selama bertahun-tahun.
“Kalau kebijakan ini berhasil, maka Indonesia bukan hanya menyelesaikan masalah sampah, tapi juga melahirkan sumber energi baru yang lebih mandiri dan berdaulat,” tegasnya.
Menurutnya, target penyelesaian persoalan sampah nasional pada 2029 yang dicanangkan pemerintah harus dikawal.
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini mengatakan bahwa dibutuhkan pengawasan publik agar program PSEL tidak berhenti pada seremoni dan kunjungan lapangan semata.
Ia meminta semua proses dikawal mulai dari kesiapan lahan, pembebasan lokasi tambahan, ketersediaan air operasional, hingga integrasi pasokan dari Kota dan Kabupaten Bogor.
“Melihat fakta lapangan, dengan timbulan sampah 1.500 ton per hari di Galuga dan dukungan pasokan dari Pemda, maka logika energinya sudah terpenuhi. Tantangannya bukan lagi soal cukup atau tidaknya sampah, tetapi soal konsistensi negara dalam memaksa sistem berjalan. Pemerintah harus memastikan tidak ada tarik-menarik kepentingan antar daerah maupun antar institusi,” kata Tohom menegaskan.
Ia juga mengingatkan pentingnya edukasi publik, bukan hanya pembangunan fasilitas.
“Pemerintah perlu memastikan masyarakat paham bahwa energi listrik dari PSEL ini adalah bagian dari strategi besar kedaulatan energi nasional. Rakyat harus dilibatkan bukan sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari rantai energi baru.”
Tohom menilai sinergi antara negara, PLN, dan pemangku kebijakan daerah harus diikat dalam satu sistem pengelolaan yang akuntabel dan terukur.
Ia bahkan mendorong agar pemerintah menjadikan program PSEL sebagai proyek percontohan nasional yang nantinya diterapkan di berbagai kota besar.
“Kalau ini sukses, Indonesia bisa masuk babak baru: dari sampah menjadi listrik, dari beban menjadi kekuatan. Ini momentum yang tidak boleh disia-siakan,” tutupnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]