Namun, Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan ini mengingatkan bahwa teknologi semata tidak cukup. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan mesin.
Pendidikan lingkungan sejak dini, penerapan ekonomi sirkuler, dan pengurangan sampah dari sumbernya jauh lebih efektif dalam jangka panjang,” tegasnya.
Baca Juga:
Siswa SMP Dikerahkan Bersihkan Sampah di Pajak Sidikalang, Ujian Tertunda, Orangtua Kecewa
Ia juga menilai bahwa pendekatan berbasis komunitas, seperti pengelolaan bank sampah dan komposting rumah tangga, perlu didorong lebih kuat dengan dukungan regulasi dan insentif.
Tohom menyambut baik langkah Wali Kota Palembang yang menerapkan sanksi denda hingga Rp50 juta atau kurungan tiga bulan bagi pelaku pembuang sampah sembarangan, seperti diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2015.
“Kebijakan ini harus diimbangi dengan pengawasan ketat, misalnya lewat pemasangan CCTV di titik-titik rawan pelanggaran. Sanksi tanpa pengawasan hanya akan menjadi macan kertas,” katanya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran: Sampah Kini Jadi Rebutan, Bahkan Bisa Jadi Bahan Bangun Rumah
Menurutnya, pendekatan carrot and stick, yakni memberi penghargaan bagi yang patuh dan hukuman bagi yang melanggar, adalah metode yang efektif.
“Jangan lupa, persoalan sampah adalah persoalan perilaku. Perubahan perilaku bisa tercapai bila masyarakat memahami manfaat menjaga lingkungan, sekaligus merasakan konsekuensi ketika melanggarnya,” imbuh Tohom.
Dengan populasi Palembang yang lebih dari 1,5 juta jiwa, tantangan pengelolaan sampah tidak akan berakhir tanpa partisipasi semua pihak.