WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa ada anggota DPRD yang memerintahkan kepala daerah untuk menggelembungkan nilai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) agar mereka bisa mendapatkan alokasi yang lebih besar.
APBD memang dibahas bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Anggota dewan berhak mendapatkan alokasi anggaran APBD untuk merealisasikan pokok pikiran (pokir) mereka.
Baca Juga:
Eks Pejabat MA Zarof Ricar Segera Disidang, Uang Temuan Uang Rp1 Triliun Masih Misteri
Pokir biasanya berupa janji kampanye anggota dewan kepada masyarakat untuk membangun berbagai infrastruktur, seperti jalan, saluran irigasi, serta perbaikan fasilitas umum dan sosial lainnya.
"Kami melihat bahwa target pendapatan dibuat tinggi karena permintaan dari, mohon maaf dengan segala hormat, saat berembuk APBD dengan DPRD, mereka diminta membuatnya tinggi," kata Tito dalam paparan di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penguatan Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (8/7/2024).
Janji politik tersebut kemudian disampaikan kepada pemerintah daerah untuk dieksekusi. Dalam proses penyusunan Rancangan APBD (RAPBD) terjadi negosiasi mengenai berapa persen pokir yang menjadi jatah DPRD.
Baca Juga:
Harvey Moeis Divonis Cuma 6,5 Tahun Penjara, Mahfud MD: Duh Gusti, bagaimana ini?
Perlu diketahui, DPRD memiliki kekuatan untuk mengesahkan atau tidak mengesahkan RAPBD yang disusun pemerintah daerah.
“Ini curhatan dari para kepala daerah, teman-teman di DPRD membuat target yang tinggi supaya persentase pokirnya menjadi tinggi juga,” ujar Tito.
Menurut Tito, persoalan pokir dalam penyusunan anggaran ini merupakan titik rawan korupsi. Selain itu, dalam pelaksanaanya terdapat pokir yang dikelola DPRD.
“Harusnya dikelola tetap oleh eksekutif. Apalagi menjelang pilkada pemilu misalnya, bentuknya hibah. Ini kerawanan,” tutur Tito.
KPK sebelumnya juga pernah menangani kasus Pokir yang menjerat anggota legislatif.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada penghujung 2022, KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak sebagai tersangka suap.
Sahat menerima suap untuk mengusulkan Pokir. Usulan itu diklaim datang dari berbagai kelompok masyarakat (Pokmas). Namun, nama-nama organisasi itu juga aneh.
Di antara namanya adalah Pokmas Kalang Kabut, Pokmas Sadis, Pokmas Paterpan, Lidah Buaya, Tak Mampu, Staples, Itachi (nama karakter dalam animasi Naruto), dan lainnya.
Sahat kemudian didakwa menerima suap 39,5 miliar. ia divonis 9 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]