Penggunaannya perlu dimaksimalkan sesuai karakteristik wilayah dan didukung dengan penguatan kebijakan daerah karena yang cocok di suatu daerah belum tentu cocok di wilayah lainnya.
Untuk Asbuton sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 18/PRT/M/2018 yang menyebutkan bahwa pemilihan teknologi Asbuton didasarkan pada keras jalan yang ditentukan berdasarkan nilai kumulatif ESAL (Equivalent Single Axle Load).
Baca Juga:
Dinas TPH: Produksi Durian di Sulteng Capai 412.733 Kuintal Buah Segar
"Asbuton ini tidak kalah kualitasnya. Terdiri dari berbagai jenis, baik butir, pracampur, dan murni, dan sudah digunakan di banyak daerah," beber narasumber kedua, Asisten Deputi Industri Pendukung Infrastruktur, Yudi Prabangkara.
Ia pun menjelaskan bahwa dengan memanfaatkan Asbuton, Indonesia akan mampu menghemat hingga Rp 11 triliun jika tidak mengimpor aspal lagi.
Selain itu, hal ini juga mendukung pengembangan industri dalam negeri terlebih karena Indonesia sudah punya potensi, teknologi, dan regulasi yang mendorongnya.
Baca Juga:
Kemenko Marves dan Pemprov Sulteng Koordinasi Percepatan Ekspor Durian ke China
Selain Asbuton, aspal karet, dan aspal plastik, Direktur Pembangunan Jalan Herry Vaza menyebutkan soal desain perkerasan low volume road (LVR) untuk membangun jalan nasional yang berlalu lintas rendah.
Teknologi tersebut dianggapnya menjadi alternatif yang lebih hemat, lebih cepat, lebih ramah lingkungan, lebih mudah, dan tidak rumit sehingga dapat memperpanjang outcome.
Selain itu, Direktur Preservasi Jalan Wilayah II Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Thomas Setiabudi Aden, juga menawarkan teknologi tailing, yaitu bahan yang tertinggal setelah pemisahan fraksi bernilai bijih besi dapat digunakan untuk jalan dan penggunaan bahan lokal, penggunaan batu karang atau batu kapur, juga pemanfaatan tanah dan sirtu lokal substandar untuk pembangunan jalan.