WahanaNews.co | Sosok Siti Latifah Herawati Diah muncul di Google Doodle hari ini, Minggu (3/4/2022).
Google Doodle menampilkan Siti Latifah Herawati Diah di halaman utama Google Search bertepatan dengan hari ulang tahun tokoh pers nasional itu 105 tahun yang lalu.
Baca Juga:
Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Tinggal Sebulan Lagi, Kirimkan Karya Jurnalistik Terbaikmu!
Siapa sebenarnya Siti Latifah Herawati Diah?
Siti Latifah merupakan jurnalis perempuan Indonesia. Dihimpun dari berbagai sumber, Siti Latifah Herawati Diah adalah istri dari tokoh pers dan mantan Menteri Penerangan Indonesia, Burhanuddin Mohammad Diah (BM Diah).
Herawati lahir pada 3 April 1917 di Tanjung Pandan, Belitung dan meninggal pada usia 99 tahun, tepatnya 30 September 2016 yang lalu.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan Istimewa bagi Jurnalis dan Media Massa
Sebelum terjun ke dunia jurnalistik, Herawati sempat mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar zaman Hindia Belanda di Salemba, Jakarta.
Setelahnya, Herawati melanjutkan pendidikan di American High School, Tokyo, Jepang. Herawati juga belajar sosiologi dan jurnalistik di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat dan lulus pada tahun 1941.
Tahun 1942, Siti Latifah Herawati Diah pulang ke Indonesia dan mulai bekerja sebagai sebagai wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI).
Lalu, Herawati menjadi penyiar radio di Hoso Kyoku. Herawati kemudian menikah dengan rekan jurnalisnya, BM Diah pada 18 Agustus 1942.
Saat itu, BM Diah bekerja di koran Asia Raja. Pada 1 Oktober 1945, suami Herawati, BM Diah mendirikan Harian Merdeka dan Herawati ikut membantu perkembangan media tersebut.
Herawati dan suaminya mendirikan The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia pada 1955. Koran tersebut diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat tahun 1955. Kemudian, BM Diah menjadi Menteri Penerangan pada 1968.
The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.
Selain aktif di dunia jurnalistik, Herawati juga terlibat aktif dalam menyuarakan hak-hak perempuan. Bahkan Herawati tercatat sebagai salah satu komisioner pertama Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Herawati juga terlibat dalam pendirian beberapa organisasi perempuan, termasuk Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan, organisasi yang memobilisasi perempuan Indonesia untuk memilih.
Tak hanya peduli perempuan, Herawati juga peduli dengan budaya dan merupakan tokoh yang memimpin deklarasi kompleks Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia UNESCO. Herawati merupakan pencetus pencari dana untuk renovasi Candi Borobudur pada 1968 dan pemugaran Keraton Surakarta pada 1985.
Di usianya yang sudah senja, Herawati masih aktif menekuni hobinya bermain bridge dua kali seminggu.
Bridge merupakan salah satu bentuk olahraga permainan yang mempergunakan kartu serta menggunakan strategi dan taktik yang istimewa dalam memainkannya. Herawati bahkan masih mengikuti turnamen bridge karena dengan bermain bridge, kemampuan otak akan terus terasah dan mencegah kepikunan.
Herawati meninggal pada tanggal 30 September 2016 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
Dia meninggal pada usia 99 tahun karena sudah sepuh dan mengalami pengentalan darah. Herawati dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Makam Herawati tepat berada di samping makam suaminya, BM Diah.[zbr]