Sementara itu,CEO PT Vale Febriany Eddy menjelaskan, proyek ini ditargetkan mampu memproduksi 120.000 ton nikel dan 15.000 ton kobalt per tahunnya.
"Proyek ini sudah masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional. Dengan nilai investasi mencapai Rp 67,5 triliun. Dan merupakan pabrik HPAL terbesar," kata Febri dalam sambutannya.
Baca Juga:
Sidang Perdana, Guru SD Konawe Didakwa Pasal Perlindungan Anak
Febri menegaskan, pihaknya akan memastikan seluruh kegiatan operasi di bawah PT Vale merupakan investasi yang bertanggung jawab dan patuh pada prinsip keberlanjutan. Pt Vale menggunakan teknologi HPAL yang disediakan olehHuayou, yang nantinya secara bertahap akan ada beberapa pengalihdayaan kepada tenaga kerja RI.
"Berkaitan dengan penggunaan listrik, kami juga sepakat akan menggunakan listrik untuk pabrik dan operasi nanti menggunakan opsi energi rendah karbon. Untuk itu, tidak menggunakan batu bara di pabriknya," lanjutnya.
Febri juga menekankan, pihaknya akan terus menjadi mitra bagi masyarakat lokal dan memastikan keseimbangan ekonomi, ekologi, dan dampak sosial. Ia juga berharap, dengan dimulainya proyek pembangunan ini akan dapat menyerap tenaga kerja lokal hingga 12.000 orang dari pabrik dan tambang.
Baca Juga:
Guru SD Honorer Konawe Diminta Uang Damai Rp50 Juta Dibantah Polisi
Pengolahan nikel dilakukan dengan teknologi High Pressure Acid Leaching atau HPAL. Produk MHP sendiri, diketahui bisa digunakan sebagai salah satu komponen baterai, yang bisa digunakan untuk kendaraan listrik.
Ground breaking atau peletakan batu pertama ini pun secara simbolis dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, CEO Vale S.A. Eduardo Bartolomeo, CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy, Chairman Huayou Zhejiang Cobalt Chen, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Bupati Kolaka Ahmad Safei. [ast]