WahanaNews.co | Kenaikan upah yang kini menjadi polemik di Jakarta justru dinilai baik oleh Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Menurutnya kenaikan upah justru akan mempercepat pemulihan ekonomi .
Baca Juga:
Kebijakan Ekonomi Tahun Depan, Pemerintah Jepang Prioritaskan Kenaikan Upah
Bhima mengatakan, Kenaikan upah minimum di tengah pandemi Covid-19 dapat memberikan jaminan sosial untuk masyarakat, khususnya mereka yang baru memasuki dunia kerja.
Menurutnya, hal ini penting mengingat jaminan sosial di Indonesia saat ini masih relatif kecil, hanya berkisar 2% dari PDB (Produk domestik bruto) bahkan termasuk kategori sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN.
"Upah minimum adalah bentuk jaminan sosial bagi pekerja yang baru masuk dunia kerja. Ketika masuk kerja dalam situasi pandemi, dan inflasi diperkirakan naik tahun depan di atas 5% maka si pekerja akan terlindungi dengan upah minimum yang lebih besar," ujarnya kepada MNC Portal, Kamis (23/12/2021).
Baca Juga:
Begini Respons Wagub Jabar Soal Tuntutan Kenaikan Upah 13 Persen
Bhima menegaskan, dengan menaikkan upah minimum akan membuat pekerja tidak mudah untuk jatuh di bawah kategori miskin. Kenaikan upah yang diterimanya juga akan mendorong konsumsi masyarakat di pasar, sehingga roda perekonomian makin lancar berputar.
"Uangnya akan mengalir lagi ke ekonomi dan yang diuntungkan pengusaha juga karena omzetnya jadi lebih besar," tegas Bhima.
Bhima mengingatkan, kelas pekerja berbeda dengan kelas atas yang sebagian pendapatannya justru lebih banyak ditabung di bank. Kelas pekerja, kata dia, cenderung akan lebih banyak membelanjakan uangnya di pasar.
"Oleh karena itu banyak negara saat ini menaikkan upah minimum tinggi sekali, agar ekonominya lebih cepat pulih. Jerman misalnya, mau menaikkan upah minimum 25%, padahal kan di Jerman upahnya sudah tinggi," lanjut Bhima.
Sementara di dalam negeri, langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 5,1% untuk tahun 2022 atau naik Rp225.667 menjadi Rp4,64 juta menuai polemik. Keputusan itu ditentang pengusaha yang merasa keberatan.
Sementara, Anies dalam pernyataannya menegaskan bahwa keputusan itu memberikan rasa keadilan. Dia mengingatkan, pada 2020 saat krisis karena pandemi Covid-19 dalam kondisi berat seperti tahun lalu saja, UMP naik 3,3%.
Namun, dengan menggunakan formula perhitungan dari Kementerian Ketenagakerjaan, kenaikan UMP tahun ini justru sangat kecil, hanya 0,8%.
"Bayangkan, kondisi ekonomi sudah lebih baik pakai formula malah keluar angkanya 0,8%," ungkap Anies.
Keputusan itu juga didasarkan pada kajian Bank Indonesia yang memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun depan mencapai 4,7% sampai 5,5%.
Keputusan itu juga didukung Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Menurutnya, keputusan ini bisa mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat yang selanjutnya berdampak pada perekonomian nasional.
Menurut dia, jika UMP 2022 meningkat sekitar 5%, maka konsumsi masyarakat bisa mencapai Rp180 triliun per tahun. Hal tersebut juga nantinya akan menciptakan peluang pertumbuhan ekonomi tumbuh lebih tinggi jadi terbuka pada tahun depan.
Untuk itu, dia berharap pengusaha tidak menolak keputusan revisi UMP DKI. "Bahwa ini perlu karena ini resiprokal, akan membalik kok. Akhirnya produk-produk itu akan bertambah, akan menggerakkan demand," tandasnya. [bay]