WahanaNews.co | Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjawab kritik sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait penunjukan KSAD Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI.
Moeldoko berpendapat penunjukan Andika sudah sesuai aturan. Ia tidak melihat ada masalah dalam keputusan mantan wali kota Solo tersebut.
Baca Juga:
KSP Kawal Kasus Pembakaran Rumah Wartawan Rico Pasaribu
"Ya boleh saja masyarakat mengkritik, tapi saya juga ingin memberikan penjelasan bahwa beberapa pertimbangan. Yang pertama, para kepala staf itu semuanya siap menjadi panglima," kata Moeldoko dalam rekaman suara yang dibagikan Kantor Staf Presiden, Jumat (5/11).
Moeldoko menilai tak ada masalah dalam rotasi antarmatra untuk posisi panglima TNI. Menurutnya, pasal rotasi kepemimpinan di UU TNI menggunakan frase "dapat". Dengan begitu, tidak ada kewajiban.
Selain itu, kata Moeldoko, tradisi dalam pemilihan Panglima TNI selama ini juga lebih banyak dari matra darat.
Baca Juga:
Moeldoko Bantah Ada Arahan dari Istana Agar KPK Proses Hasto PDIP
"Secara tradisi yang sebenarnya berjalan, bukan darat-laut-udara, bukan. Darat-laut, lalu darat-udara, nanti darat lagi. Itu tradisi yang berjalan selama ini, akan tetapi tidak juga tradisi itu bersifat permanen," ujarnya.
Mantan Panglima TNI itu menyebut Jokowi sudah menimbang berbagai hal dalam memilih menantu Abdullah Mahmud Hendropriyono itu. Salah satunya soal faktor senioritas.
"Kebetulan Pak Andika kepala staf yang senior. Itu bisa pertimbangannya senioritas," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengusulkan KSAD Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI. Jokowi telah menyurati DPR untuk meminta persetujuan atas penunjukan itu.
Penunjukan Andika menuai kritik dari kalangan masyarakat sipil. Ada 14 LSM yang menyatakan penolakan terhadap usul pengangkatan Andika sebagai calon Panglima TNI.
Para LSM itu menyoroti dugaan keterlibatan Andika dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Mereka juga melihat ketentuan dalam UU Pertahanan Negara yang mewajibkan pertahanan disusun memperhatikan kondisi geografis.
"Semestinya presiden mengangkat Kepala staf Angkatan Laut sebagai pejabat panglima TNI yang baru," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid dalam konferensi pers daring, Kamis (4/11). [dhn]