"Klarifikasi saja, di dalam APBN 2023 sudah ditetapkan penerimaan dari cukai hasil tembakau sebesar Rp 232,58 triliun sudah jadi undang-undang. Tarifnya ini 10 persen rata-rata dan 15 persen untuk jenis REL Dan 6 persen untuk HPTL. Apakah ini sudah termasuk yang 232?," tanya Dollfie lagi.
"Belum Bapak," jawab Sri Mulyani singkat.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
"Nah itu yang jadi pertanyaan kami, kapan persetujuan dari komisi keuangan terkait kenaikan tarif itu? Apakah ada perbedaan sebelum RUU APBN dengan saat APBN sudah jadi UU?," tanya Dollfie.
Bendahara negara ini menjawab pertanyaan Dollfie dengan teknik pembahasan APBN. Menurutnya, semua pembahasan sudah dilakukan pemerintah bersama APBN. Namun jika dalam hal tertentu, setelah UU disahkan masih bisa dilakukan rapat-rapat pendalaman.
"Sehingga beberapa hal kadang sudah diputuskan tapi mereka perlu pembahasan seperti PMN ini bisa tetap dibahas. Hal ini juga saya rasa sama dengan DPR, kalau detailnya dilakukan Komisi XI," kata Sri Mulyani.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Kenaikan Tarif Cukai Rokok Harus Dapat Restu Komisi XI
Mendapat jawaban tersebut, Dollfie tampak kesal karena kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi. Menurutnya, sudah 2 tahun berturut-turut pemerintah membuat kebijakan kenaikan tarif cukai tanpa persetujuan dengan Komisi XI.
"Untuk kita ketahui bersama dan ini untuk mengingatkan Bu Menteri. Peristiwa ini sudah 2 kali sama hari ini karena tahun lalu juga begitu," kata Dollfie.