WahanaNews.co | Perpres
terkait perizinan investasi minuman keras alias Miras di 4 provinsi telah menuai
pro kontra. Tokoh NU KH Cholil Nafis, pengasuh Ponpes Cendekia Amanah, dan juga
pimpinan MUI. Cholil Nafis secara tegas menyebut haram.
Baca Juga:
4 Orang Tewas Akibat Pesta Miras Oplosan di Semarang, Pengoplos Uji Rasa Buat Usaha
Tapi ada juga salah satu suara yang memberi dukungan yakni
Pengasuh Pondok Pesantren Kaliwining Jember yang juga Wakil Ketua PP LAZIS NU,
Gus Ubaidillah Amin Moch.
"Masyarakat tidak perlu menanggapi secara berlebihan
tentang kebijakan ini, tinggal mengupayakan bagaimana dalam penerapannya
kebijakan ini bisa berjalan tepat sasaran, terlebih hasil dari investasi ini
menambah pemasukan bagi negara," jelas kiai lulusan Al Azhar Mesir yang
akrab disapa Gus Ubaid ini, Minggu (28/2).
Gus Ubaid memberi penjelasan, kata dia, kebijakan seperti
ini jauh hari sudah pernah disuarakan oleh Mufti Mesir sekaligus Guru Besar
Al-Azhar, Syekh Ali Jum"ah yang pernah memfatwakan bolehnya menjual miras bagi
orang muslim di kawasan barat atau di negara-negara yang melegalkan miras,
bahkan di restoran-restoran tertentu selama tidak menjualnya pada orang muslim.
Baca Juga:
Video Pemerkosaan Gadis 15 Tahun di Bali Tersebar, 4 Pelaku Jadi Tersangka
Gus Ubaid juga mengutip fatwa Syekh Ali, berikut kutipan
fatwa tersebut:
Dr. Ali Jum"ah, mufti Negara mesir terdahulu pernah
memfatwakan bahwa boleh bagi orang muslim untuk menjual dan memindah
(ekspor-impor) khamar di negara barat dan negara yang memperbolehkan khamar.
Dan boleh pula menawarkan khamar dan makanan minuman sejenisnya yang haram bagi
orang muslim di restoran orang muslim tapi dengan syarat tidak menawarkan dan
menjualnya pada orang muslim.
"Mufti Republik Mesir ini mengisyaratkan bahwa boleh
bagi seorang muslim untuk menjual khamar pada non muslim dalam mazhabnya Imam
Abu Hanifah pada kondisi-kondisi tertentu," terang dia.
Gus Ubaid juga menyampaikan, banyak masyarakat yang termakan
berita ini tanpa memperhatikan secara utuh bahwa pembukaan izin usaha miras ini
hanya berlaku di kawasan wisata yang mayoritas penduduknya berstatus
non-muslim, yakni di provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan
Papua.
"Sehingga peraturan ini tidak berlaku bagi kawasan
provinsi lain yang mayoritas penduduknya menganut Agama Islam," tutur dia.
Gus Ubaid menjelaskan, dalam menyikapi persoalan ini ada dua
poin yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Pertama, Pemerintah harus
menjelaskan secara gamblang kepada rakyat tentang detail perpres ini agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman masyarakat yang justru akan mengurangi nilai
kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Kedua, dalam penerapan perpres ini, pemerintah harus
melakukan pemantauan secara serius agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, seperti produksi miras melebar ke wilayah selain
empat provinsi di atas yang akan mengakibatkan rusaknya tatanan sosial serta
kearifan lokal masyarakat setempat, terlebih pada kawasan yang terkenal
religius.
"Dengan memperhatikan dan melaksanakan secara serius
kedua poin di atas maka akan tercipta komunikasi yang baik antara pemerintah
dan rakyat," tutur dia. [dhn]