WahanaNews.co | Revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) telah disepakati DPR dan pemerintah. RUU itu segera disahkan dalam rapat paripurna DPR pekan ini.
Setelah disahkan, RUU KUP nantinya akan berganti nama menjadi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu poin yang terdapat dalam UU HPP adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang juga akan difungsikan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Baca Juga:
DPRD Surabaya Dukung Peningkatan Fungsi Balai RW oleh Pemkot Surabaya
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, hal itu perlu dilakukan sebagai bagian dari reformasi perpajakan, memperluas basis data wajib pajak, hingga akhirnya meningkatkan penerimaan pajak.
Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICFS) Ardi Sutedja mengatakan, kebijakan itu sudah lama dinantikan. Karena menurutnya banyak kesimpangsiuran yang terjadi akibat NIK dan NPWP.
Penggabungan NPWP dengan NIK juga sejalan dengan rencana pemerintah menerapkan Single Identity Number (SID) yang ada di Peraturan Presiden No 83 Tahun 2021.
Baca Juga:
Gubernur Kalteng Ajak Pengurus Pemuda Katolik Berkarya dan Bangun Masyarakat Makmur
Namun, ada sejumlah hal yang perlu disiapkan pemerintah sebelum mengimplementasikan kebijakan tersebut. Yang pertama dan utama, adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM).
"Mengapa SDM penting? Kita ingat banyak kasus kebocoran data. Nah, kita perlu SDM yang paham, bahwa data yang mereka kelola itu penting dilindungi," kata Ardi, Senin (4/10/2021).
Menurutnya, SDM yang akan menangani penggabungan NPWP dengan NIK harus punya sertifikasi profesi. Pemerintah juga harus mengembangkan sertifikasi profesi pengelola data secara berjenjang agar SDM-nya memenuhi syarat.
"Kalau secara praktik, mereka tidak kompeten di bidang ini, nanti bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Ardi.
"Butuh profesionalisme dalam pengelolaan data. Butuh SDM yang handal, mumpuni, dan mengerti tugas serta tanggung jawabnya," tambah Ardi.
Selanjutnya, pemerintah juga harus memahami risiko menggabungkan NIK dengan NPWP. Ia mengibaratkan, pemerintah sedang menaruh semua telur dalam satu keranjang. Sehingga jika keranjangnya pecah, semua telur akan hancur.
"Bukan terletak pada hukum dan teknologi, SDM-nya yang harus disiapkan untuk minimalisir risiko yang ada," ucapnya.
Pemerintah juga harus mensosialisasikan kebijakan ini kepada wajib pajak dan semua masyarakat yang menggunakan layanan publik. Mereka, kata Ardi, harus bisa menjaga kerahasiaan data sendiri.
"Program NIK NPWP ini akan berhasil jika semua unsur itu terpenuhi," pungkasnya. [qnt]