WahanaNews.co - Setelah Muktamar PBNU ke-34, ada posisi penting yang belum terisi, salah satunya sekretaris jenderal.
Pakar politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul, menyebut ada dua nama yang cocok mengisi posisi sekjen PBNU.
Baca Juga:
KPU Siapkan Format Baru Debat Kandidat di Pilkada 2024 Maksimal 3 Sesi
Doktor politik ini menyebut nama Nusron Wahid dan Juri Ardiantoro sebagai dua kandidat kuat.
Pertama Nusron Wahid, dia membeberkan alasan mengapa politikus Partai Golkar ini cocok mendampingi Gus Yahya dengan syarat.
"Nusron bisa menjadi supporting system yang memadai untuk mengelola fungsi keorganisasian secara efektif. Dia juga memiliki kemampuan komunikasi politik publik yang lebih luwes, mudah cair dengan berbagai elemen bangsa, dan memiliki energi besar untuk turun basis dan mengonsolidasikan struktur jam'iyah Nahdlatul Ulama se-Indonesia dan juga PCI-NU di 39 negara di dunia. Syaratnya, Mas Nusron harus mengundurkan diri dari struktur Golkar untuk selanjutnya bisa fokus berkhidmat untuk PBNU," kata Umam kepada wartawan, Rabu (29/12/2021).
Baca Juga:
Pendidikan & Pengelolaan SDA Harus Menjadi Prioritas bagi Kandidat Bupati Madina
Selain Nusron Wahid yang notabene 'orang partai', nama alternatif yang disebut Umam tak kalah cocok untuk menempati posisi Sekjen PBNU adalah Juri Ardiantoro yang saat ini menjabat sebagai Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Informasi dan Komunikasi Politik di Istana Presiden dan juga Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA). Nama Juri Ardiantoro disebut Umam merupakan hasil diskusi dengan lingkaran Gus Yahya dan saran dari lingkaran Kiai Said Aqil Siradj.
"Nama Juri Ardiantoro memang relatif lebih 'make sense' dan mudah melebur dengan visi dan komitmen Gus Yahya kepada Muktamirin di Muktamar 34 NU lalu yang berjanji untuk kembali ke garis perjuangan Khittah NU 1926, dengan menjaga netralitas dan independensi NU dari jebakan politik praktis. Di level ini, Juri yang juga mantan Plt Ketua KPU RI itu bukan orang partai, profesional, bisa menjadi 'titik netral' yang mampu mengkomunikasikan sikap kebangsaan NU secara konstruktif kepada seluruh jejaring sel-sel kekuatan politik Nahdliyyin yang tersebar di hampir semua partai politik di Indonesia, tanpa harus membuat NU terjebak di dalam politik praktis itu sendiri. Karena itu, sosok sekjen yang netral namun paham dinamika politik, menjadi penting dan relevan untuk dipertimbangkan," kata Umam.
Selain itu, Umam menyebut Juri juga memiliki model komunikasi yang relatif luwes dan organisatoris muda sehingga memiliki energi lebih untuk menyapa dan mengonsolidasikan struktur NU di akar rumput, termasuk membangun komunikasi dengan seluruh jaringan NU kultural yang belakangan semakin bermunculan di berbagai lini profesional. Umam menyebut jaringan ini mulai banyak yang merasa bangga, terpanggil dan semakin terbuka menunjukkan identitas ke-NU-annya.