WahanaNews.co | Ombudsman RI mengungkapkan masalah yang muncul di sektor pertanian adalah terkait ketersediaan data sebagai rujukan pengambilan kebijakan.
Tak jarang, data yang ada pada kementerian dan lembaga tidak tidak sinkron sehingga berisiko saat mengambil kebijakan.
Baca Juga:
Bupati Samosir Ajak Masyarakat untuk Memakai Pupuk Organik di Pertanian
"Seharusnya ada data acuan yang bisa dipakai bersama antar-stakeholder pengambil kebijakan, yaitu data BPS," kata Ilham Setiawan, asisten Ombudsman, pada diskusi virtual bersama PATAKA 'Pro Kontra Ekspor Jagung', Kamis (22/9/2022).
Ilham menceritakan, dalam menelusuri isu-isu pangan, Ombudsman sering menemukan data yang tidak cocok antara yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS) dengan kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Pertanian.
"Dalam setiap kajian Ombudsman di isu pangan, selalu yang menjadi masalah adalah data. Kalau di beras ada masalah data luas lahan petani berapa, jumlah petani berapa, itu tidak pernah sinkron antar-kementerian dan lembaga," lanjutnya.
Baca Juga:
Pasca Banjir Bandang, Pemkab Samosir Lakukan Percepatan Penataan Lahan Pertanian Warga
Menurut Ilham, kebijakan pemerintah untuk melakukan ekspor jagung tahun depan karena swasembada yang ditargetkan perlu pendataan kembali. Melihat ketersediaan jagung terlebih dahulu sebelum melakukan ekspor.
"Ini isu jagung sama problemnya. Data di sektor pangan selalu sama, tidak ada data rujukan yang bisa dijadikan bahan bagi pemangku kebijakan untuk merumuskan tindak lanjut pelayanan yang akan diberikan ke publik," sambung Ihlam.
Menurutnya, data yang valid akan memengaruhi kebijakan yang dikeluarkan, menguntungkan rakyat atau hanya menguntungkan segelintir orang. Harus ada satu data rujukan, misalnya dari BPS yang hanya bisa dijadikan rekomendasi kebijakan.