WahanaNews.co | Orang tua Bripda IDF bersama tim pengacara keluarga mendatangi Bareskrim Polri.
Kedatangan mereka untuk meminta penanganan kasus polisi tembak polisi yang tengah diusut oleh Polres Bogor ditangani Bareskrim Polri.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Motif Ivan Sugianto Paksa Siswa SMA Sujud-Menggongong
"Kami sebenarnya mau membuat laporan dan di mana akhirnya perwira konsul malah mengakomodir kami untuk membantu menarik laporan tersebut ke Mabes Polri di mana kenapa kami meminta untuk ditarik ke Mabes Polri," kata pengacara keluarga Bripda IDF, Yustinus Siahaan, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (04/08/23).
Yustinus mengatakan permintaan itu lantaran pihak keluarga merasa tak puas atas klaim bahwa tewasnya Bripda IDF karena kelalaian tersangka.
Sebab, pihaknya menduga tewasnya Bripda IDF merupakan pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP.
Baca Juga:
Sempat Kaget Waktu Ditangkap, Kejagung Jebloskan Ronald Tannur ke Rutan
"Kami merasa kecewa dengan hasil gelar perkara kemarin Polres Bogor di mana sebenarnya ada fakta-fakta yang mengarah ke 340 tapi diabaikan oleh penyidik," ungkapnya.
Menurut Yustinus, terdapat kejanggalan ketika Bripda IMS mengambil senjata api (senpi) rakitan ilegal yang kemudian meletus. Hal itu pun, kata dia, sudah disampaikan pihaknya saat gelar perkara di Polres Bogor, Selasa (1/8).
"Saya bilang ini janggal kalau dia ngambil langsung meletus, itu tidak mungkin, jadi itu pasti sudah dipersiapkan," katanya.
Menurut dia, Kasat Reskim Polres Bogor pun menyatakan bahwa saksi-saksi di tempat kejadian perkara juga melihat bahwa magasin sudah dimasukkan ke dalam senjata dan sudah dikokang.
"Sehingga saat mengambil dari belakang begini, posisi tangan dia sudah di trigger dan mengayunkan ke arah almarhum, sehingga meletus dan mengenai leher serta menyebabkan kematian almarhum," ucapnya.
Karena itu, Yustinus mengatakan terdapat sejumlah fakta penting yang malah diabaikan oleh Polres Bogor. Jadi dia merasa kasus itu perlu diatensi agar tak terjadi lagi.
"Jadi pada dasarnya banyak fakta-fakta yang diabaikan oleh Polres Bogor. Kami merasa perlu diatensi untuk menjadi perhatian publik, sehingga ini bisa ditarik ke Mabes Polri di sidik dengan baik dan benar, sehingga dari fakta-fakta yang ada pasalnya bisa lebih maksimal di 340 KUHP," pungkasnya.
Masih pada kesempatan yang sama, ayah Bripda IDF, Y Pandi pun mengaku kecewa atas pernyataan Dirkrimum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, yang menyatakan kejadian itu adalah sebuah kelalaian. Dia mengaku pernyataan Surawan tak masuk akal.
"Kami kecewa dengan pernyataan itu dan itu penjelasan yang konyol dan membuat hati kami terluka terlalu dalam," ujar Y Pandi.
"Janganlah berbuat seperti itu ke kami, dan jangan membuat publik bertanya-tanya ke kami. Kami mohon, kami curiga dengan pejabat yang menjelaskan seperti itu, saya tantang tegas pernyataan itu, ada apa?" lanjutnya.
Polri sebelumnya menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Bripda IMS alias IM dan Bripka IG, yang merupakan tersangka dalam kasus polisi tembak polisi.
Insiden tersebut menewaskan anggota Densus 88 Antiteror Polri, Bripda IDF alias ID.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan keputusan itu diambil berdasarkan hasil sidang kode etik oleh tim Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada Kamis (03/08/23).
"Sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri," kata Ramadhan dalam keterangannya, Jumat (4/8).
Adapun peristiwa polisi tembak polisi itu terjadi pada Minggu (23/7), sekitar pukul 01.40 WIB.
Peristiwa itu terjadi di Rusun Polri, Cikeas, Bogor. Sejauh ini polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Bripka IG dan Bripda IMS, terkait kematian Bripda IDF ini.
Akibat perbuatannya, Bripda IMS dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP dan/atau Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.
Sementara itu, Bripka IG dikenai Pasal 338 KUHP juncto Pasal 56 dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 dan/atau Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.[Sandy]