WahanaNews.co, Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Johanes Tuba Helan berpendapat, Komisi Pemilihan Umum harus segera mengeksekusi putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon tunggal ikut dalam Pilkada serentak.
"Putusan MK itu bersifat inkrah dan wajib dieksekusi. Tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak melaksanakan putusan itu," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, NTT, Rabu.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan putusan MK yang menyatakan calon tunggal tetap ikut Pilkada serentak.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
MK mengabulkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak pertama pada 9 Desember 2015.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai bahwa undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis.
Mengenai mekanisme, dia mengatakan diserahkan kepada KPU sebagai penyelenggara untuk mengatur teknis pelaksanaan di lapangan.
"Hal yang paling penting adalah mengeksekusi putusan MK. Putusan MK ini bersifat inkrah dan sudah memenuhi rasa keadilan," ucap Johanes Tuba Helan.
Pandangan berbeda disampaikan akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, MSi yang berpendapat, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tunggal, tetapi tidak bisa diakomodasi dalam pilkada serentak 2015, walaupun Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan UU Pilkada.
Alasannya karena persoalan ada pada calon tunggal yang belum memiliki landasan hukum, ujar Ahmad Atang.
Menurut dia, walaupun MK mengabulkan permohonan tetapi tidak ada mekanisme lain untuk mengakomodasi calon tunggal, kecuali memenuhi syarat minimal dua pasangan calon.
Di sisi lain, jika dipaksakan untuk diikutsertakan pada pilkada serentak tahun ini, maka prosesnya sudah berjalan sehingga akan mengalami kesulitan juga.
Artinya, keputusan MK, membolehkan namun secara teknis akan sulit terlaksana karena kasusnya bukan pada regulasi tetapi persyaratan pilkada, imbuhnya.
Ahmad Atang menjelaskan, Pilkada serentak adalah sebuah prinsip karena merupakan perintah UU, namun tidak dapat mengabaikan aspek prosedural dan teknis administratif.
"Jadi, bagi saya pembatalan ketiga daerah tersebut lebih pada aspek prosedural. Kalaupun perintah UU untuk melaksanakan Pilkada tahun ini akan tetap mengikuti teknis prosedural yang ditetapkan oleh KPU," tukasnya.
[Redaktur: Andri Frestana]