Menurutnya ide pembentukan Danantara bagus, bisa menjadi Temasek versi Indonesia. Tetapi jika kebijakan dieksekusi secara terburu-buru dan tanpa transparansi, dampaknya justru negatif.
Terbukti, setelah Danantara diresmikan pada 24 Februari 2025, investor asing langsung menarik Rp 24 triliun, termasuk Rp 3,47 triliun dalam sehari.
Baca Juga:
APBN Alokasikan Rp3,4 Triliun untuk Program Cek Kesehatan Gratis Masyarakat
"Apakah proses kebijakan kolektif pemerintah, DPR, kabinet seperti ini tidak diperhatikan? Kesalahan ini harus diperbaiki dengan datang ke pasar, bersahabat dengan pasar dan tidak lagi merasa kebijakan yang diluncurkan mendadak lalu akan diterima pasar." ungkap Prof. Didik.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kebijakan fiskal pemerintah juga mempengaruhi kepercayaan pasar. Defisit anggaran yang melebar, penerimaan pajak yang seret, serta pengelolaan APBN yang tidak transparan semakin memperburuk kondisi.
Menurutnya, jika pemerintah terus mengabaikan sinyal dari pasar, maka kepercayaan investor akan semakin merosot.
Baca Juga:
Tepis Hoaks, Sri Mulyani dan Airlangga Pastikan Tak Mundur dari Kabinet
Prof. Didik menegaskan bahwa pemerintah perlu segera memperbaiki kebijakan ekonomi dan membangun hubungan yang lebih baik dengan pasar.
"Pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka ramah terhadap pasar, tidak membuat kebijakan secara mendadak, dan lebih transparan dalam mengambil keputusan. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin pasar akan memberikan 'vote of no confidence' terhadap pemerintah," ujarnya.
Kondisi fiskal Indonesia memburuk akibat kebijakan agresif yang kurang berbasis fakta, defisit anggaran melebar, dan penerimaan pajak seret. Kebijakan APBN diwarnai pola komando, bukan proses transparan, sehingga pasar kehilangan kepercayaan.