"Ketidakpercayaan terhadap APBN adalah juga penyebab dari ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah. Masalah utang yang dikritik publik selalu mendapat reaksi yang "denials" dan meremehkan masukan-masukan teknokratis dari ekonomi, ahli dan pengamat. Defisit penerimaan APBN yang diumumkan terlambat juga memperjelas bahwa pengelolaan APBN tidak prudent." Imbuhnya.
Sumber masalahnya menurut Prof. Didik sangat jelas dan terang benderang, tinggal pemerintah apakah akan membuka diri untuk perbaikan.
Baca Juga:
APBN Alokasikan Rp3,4 Triliun untuk Program Cek Kesehatan Gratis Masyarakat
"Jika tidak dampaknya jelas, kepercayaan pasar akan terus merosot, investor terganggu untuk investasi di Indonesia. Investor, baik asing maupun domestik, akan bersifat menunggu dan tidak akan investasi dulu, yang berarti investasi akan sementara atau berlanjut stagnan. Modal yang ada bisa keluar dan menggerus likuiditas, yang pada gilirannya akan menekan rupiah menekan nilai tukar rupiah." Jelasnya.
"Sektor riil, terutama sektor industri untuk program hilirisasi sudah pasti akan mengkerut untuk mendapatkan dana. Akan terjadi keterbatasan akses pendanaan. Emiten yang berencana menggalang dana melalui pasar modal (IPO, rights issue) kemungkinan menunda aksi korporasi karena valuasi yang melemah. Sektor riil tidak akan mendapat kucuran dana yang cukup. Apakah bisa mencapai pertumbuhan 8 persen seperti janji kampanye? Lupakan dulu mimpi ini, pemerintah perlu bergandengan dan berbaik kebijakan dengan pasar." Pungkasnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.