WahanaNews.co, Jakarta – Peristiwa Kudatuli atau kerusuhan 27 Juli 1996 disebut Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning melahirkan reformasi yang membawa Indonesia pada demokrasi serta kebebasan pers saat ini.
Menurut Ning, sapaan akrab Ribka Tjiptaning, peristiwa Kudatuli menjadi pemantik lahirnya iklim demokrasi sekaligus mengakhiri hegemoni Presiden Soeharto.
Baca Juga:
Pintu Terbuka untuk PDI-P, Prabowo Ingin Semua Bersatu Menuju Indonesia Emas 2045
"Kalau tidak ada Kudatuli, tidak ada reformasi," kata Ning dalam diskusi bertajuk "Kudatuli, Kami Tidak Lupa" di kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Kudatuli merupakan peristiwa pengambilalihan paksa Kantor DPP PDI yang dikuasai Megawati Soekarnoputri oleh massa pendukung Soerjadi.
"Kalau tidak ada reformasi, tidak ada anak buruh bisa jadi gubernur. Tidak ada reformasi, tidak ada anak petani bisa jadi bupati, wali kota. Tidak ada reformasi, tidak ada anak tukang kayu jadi presiden," ujarnya.
Baca Juga:
Masinton PDIP Ditolak Daftar Cabup Tapteng, Parpol Terkendala Silon
Hingga 28 tahun berselang, pengorbanan sejumlah elemen masyarakat dalam memperjuangkan demokrasi kala itu kini telah dinikmati banyak pihak.
"Dulu yang bisa jadi pejabat dari RT, RW, lurah, camat itu pasti Golkar, tetapi karena ada peristiwa 27 Juli, reformasi maka ada satu perubahan yang dahsyat, yaitu semua anak rakyat mimpinya bisa tercapai," jelas Ning.
Ning mengingatkan sebelum peristiwa Kudatuli, ada Tragedi Gambir. Ia tidak ingin tragedi kekerasan ini luput juga dari ingatan rakyat.