WAHANANEWS.CO, Jakarta - Masalah buta aksara masih menjadi tantangan besar dalam pembangunan sektor pendidikan nasional.
Pemerintah, melalui pendekatan kolaboratif lintas sektor, terus mempercepat upaya penuntasan buta aksara dengan melibatkan satuan pendidikan formal dan nonformal, komunitas literasi, serta dukungan dari dunia usaha.
Baca Juga:
Kapasitas PLTS Atap Tembus 538 MWp, Pemerintah Bidik 1 GW di Akhir 2025
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (Dirjen Diksi PKPLK) Kemendikdasmen, Tatang Muttaqin, menyampaikan pencapaian positif dalam lima tahun terakhir.
Ia menyoroti bahwa jumlah penduduk usia 15–59 tahun yang buta aksara berhasil ditekan dari 1,71 persen pada 2020 menjadi 0,92 persen di tahun 2024.
“Penurunan angka buta aksara tiap tahun cukup signifikan. Dalam lima tahun terakhir, angka buta aksara penduduk usia 15—59 tahun turun dari 1,71 persen di 2020 menjadi 0,92 persen pada 2024,” ujar Tatang Muttaqin saat membuka Lokakarya Pendidikan Nonformal dan Informal serta Soft Launching Hari Aksara Internasional (HAI) 2025 di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (8/9/2025).
Baca Juga:
Harga Beras Masih Tinggi, Pemerintah Turunkan Inflasi Lewat Bantuan dan SPHP
Tatang menekankan bahwa capaian ini tak lepas dari kerja sama antara pemerintah pusat, lembaga pendidikan, PKBM, TBM, SKB, dan para pegiat literasi di tingkat akar rumput.
Meski begitu, ia menilai bahwa tantangan literasi masih harus dihadapi melalui strategi yang lebih sistematis dan terpadu.
“Penuntasan buta aksara adalah tanggung jawab bersama untuk mencapai Indonesia bebas buta aksara. Semua pihak harus bergerak mengajak masyarakat melek baca dan sadar pentingnya literasi,” tegasnya.
Intervensi Meluas dan Inklusif
Direktur Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI), Baharudin, menyampaikan bahwa berbagai program strategis disiapkan untuk tahun 2025, termasuk Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Keaksaraan, BOP Pemberdayaan Remaja dan Perempuan Dewasa, serta dukungan terhadap relawan dan komunitas literasi.
“Bantuan ini tidak hanya untuk memperkuat literasi dasar, tetapi juga membekali warga belajar dengan keterampilan hidup praktis. Kami juga mendorong peran mitra, relawan, komunitas literasi, dan dunia usaha agar jangkauan program semakin luas,” jelas Baharudin.
PNFI juga tengah mempersiapkan sejumlah agenda peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) 2025 yang mengusung tema Kesalehan Literasi Digital, Membangun Peradaban.
Tema ini menekankan bahwa literasi saat ini tak cukup hanya sebatas baca tulis, namun juga mencakup kecakapan digital sebagai bekal hidup di era teknologi.
“Kerja keaksaraan adalah tanggung jawab bersama. Melalui webinar, gebyar PNFI, hingga puncak peringatan HAI 2025, kami ingin membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya literasi digital untuk membentuk peradaban Indonesia yang maju,” pungkasnya.
Upaya masif dan kolaboratif ini mencerminkan tekad pemerintah untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang literat, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan memiliki daya saing tinggi.
Selain menurunkan angka buta aksara, pemerintah juga mendorong terciptanya generasi yang peka teknologi, berpikir kritis, dan produktif.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]