WahanaNews.co | Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, kian nyata.
Digagas sejak tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi, pembangunan IKN Nusantara rencananya dimulai pertengahan tahun 2022.
Baca Juga:
Pemprov Kaltim Perkenalkan Potensi Daerah kepada Diplomat Negara Sahabat
Menurut Jokowi, proses pemindahan ibu kota akan dilakukan secara bertahap, dimulai pada 2024.
Pada tahun tersebut, kemungkinan yang lebih dahulu pindah adalah istana negara dan sejumlah kementerian.
Dia pun memperkirakan, proses perpindahan ke ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur akan memakan waktu hingga 20 tahun.
Baca Juga:
Lapangan Upacara Istana Negara di IKN Tampung 1.800 Orang
"Pindahnya bertahap. (Tahun) 2024 ini kemungkinan istana dan empat hingga enam kementerian,” kata Jokowi saat bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media, Rabu (19/1/2022).
Rupanya, gagasan pemindahan ibu kota negara tak sepenuhnya lahir di era Jokowi.
Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto lebih dulu mengusulkan wacana tersebut.
Hanya saja, ide itu tak terealisasi karena sejumlah alasan.
"Ini sudah dimulai gagasan besar ini sejak tahun 1957 oleh Bung Karno. Tetapi karena ada pergolakan, sehingga direm oleh Bung Karno," kata Jokowi, saat memberikan sambutan pada Rapim TNI-Polri 2022 di Mabes TNI, Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Tak terwujud di era Soekarno, rencana pemindahan ibu kota negara berlanjut di rezim Soeharto.
Namun, rencana itu lagi-lagi gagal karena adanya pergolakan di tahun 1997-1998.
Gagasan Soekarno
Pemindahan ibu kota negara sebenarnya pernah dilakukan di era Soekarno.
Kala itu, 4 Januari 1946, ibu kota dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pemindahan tersebut merespons situasi genting jelang Agresi Militer Belanda.
Situasi baru dinilai aman tiga tahun setelahnya atau 27 Desember 1949.
Saat itulah ibu kota negara dikembalikan ke Jakarta.
Tahun 1950-an, gagasan pemindahan ibu kota negara kembali dimunculkan Soekarno.
Ide ini lahir lantaran Bung Karno merasa perlu membagi beban Jakarta yang sejak dulu menjadi daya tarik warga Indonesia.
Diberitakan Harian Kompas edisi 25 Januari 1997, Soekarno mempunyai visi bahwa sebaiknya ibu kota baru berada di luar Jawa, khususnya di Indonesia bagian timur.
Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menjadi salah satu kota yang diincar Soekarno.
Pada 17 April 1957, Soekarno meletakkan batu pertama di kota tersebut sebagai “sister city” Jakarta.
Beberapa kontraktor dari Rusia bahkan sudah datang ke Palangkaraya dan membangun jalan besar menuju Kotawaringin.
Namun demikian, Soekarno sejatinya tak berencana secara langsung memindahkan ibu kota.
Peran Palangkaraya hanya berbagi beban terhadap kebutuhan daya tampung Jakarta.
Gagasan tinggallah gagasan.
Sebagaimana yang disampaikan Jokowi, niat Soekarno itu tak terwujud karena adanya pergolakan politik.
Hingga akhirnya presiden pertama RI itu turun tahta dan digantikan Soeharto.
Mimpi Soeharto
Gagasan memindahkan ibu kota negara rupanya juga pernah muncul di rezim Soeharto.
Disampaikan oleh Jokowi bahwa saat itu Soeharto berencana memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Jonggol, sebuah daerah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pada 15 Januari 1997, Soeharto bahkan sempat menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 1997.
Keppres tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri itu disebut-sebut sebagai landasan hukum awal rencana pemindahan ibu kota.
Namun, tak lama setelah Keppres tersebut terbit, terjadi pergolakan besar-besaran.
Peristiwa ini memaksa Soeharto meninggalkan kursi RI-1 pada 21 Mei 1998 setelah 32 tahun berkuasa.
Upaya Jokowi
Kini, gagasan pemindahan ibu kota negara kembali diusung Presiden Jokowi.
Jokowi mengatakan, kajian soal pemindahan ibu kota negara sudah dilakukan sejak lama.
Namun, perlu keberanian untuk mengeksekusinya.
"Kalau tidak kita eksekusi kajian-kajian yang ada ini, ya sampai kapan pun tidak akan terjadi. Memang butuh keberanian, ada risikonya dari situ, tapi kita tahu kita ingin pemerataan bukan Jawa-sentris tapi Indonesia-sentris," ujarnya.
Ada sejumlah alasan yang mendasari pemerintahan Jokowi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara.
Mulai dari pemerataan ekonomi hingga populasi.
Jokowi mengungkap, saat ini, 58 persen produk domestik bruto (PDB) ekonomi atau perputaran uang ada di Pulau Jawa.
Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau.
Masyarakat berbondong-bondong ingin tinggal di Pulau Jawa, khususnya Jakarta, karena daya tarik ekonominya yang tinggi.
Harapannya, memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dapat menjadi magnet baru ekonomi, sehingga perputaran uang tidak hanya berpusat di Jakarta atau Pulau Jawa saja.
"Bukan sekadar pindahkan gedung dari Jakarta, bukan itu, visi besarnya bukan di situ. Kalau magnetnya tidak hanya Jakarta, ada Nusantara, magnetnya ada dua bisa ke sana, bisa ke sini. Artinya perputaran ekonomi tidak hanya di Jawa," ucap Jokowi.
Selain itu, pemindahan ibu kota negara didasari dari tidak meratanya populasi penduduk Indonesia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengungkap, 56 persen atau 156 juta penduduk RI berkutat di Pulau Jawa.
Oleh karenanya, supaya tidak terjadi ketimpangan ekonomi, infrastruktur, dan populasi, Presiden ingin pembangunan ibu kota baru segera dieksekusi.
"Kita putuskan yang namanya ibu kota negara baru namanya Nusantara dan itu juga sudah secara politik ketatanegaraan sudah disetujui 8 fraksi dari 9 fraksi di DPR," kata dia.
Terkini, Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.
Aturan turunan dari UU tersebut juga terus dikebut pemerintah.
Dalam waktu dekat, Presiden bakal mengumumkan Kepala Otorita IKN yang nantinya bertugas memimpin pemindahan ibu kota negara. [gun]