Adnan menyebut, sepanjang Orde Baru juga lazim
pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan yang ditukar dengan pemberian
saham gratis bagi kroni-kroni penguasa.
"Atau monopoli terhadap anggaran atau
sektor pengadaan, karena dulu juga ada tim 4, yang itu benar-benar powerfull,
karena pengadaan barang dan jasa disentralisasi di tim 4 ini. Di sini juga
terjadi monopoli terhadap penggunaan anggaran negara," ujarnya.
Baca Juga:
Batara Ningrat Simatupang, Pendekar Ekonomi yang Tak Henti Mengais Ilmu
Namun, kata Adnan, dalam situasi tersebut,
bukan berarti para pejabat lainnya bersih dan tidak dapat sesuatu.
Menurutnya, saat itu pemberian sesuatu kepada
pejabat lainnya sudah terdistribusi dengan baik.
"Tapi, sudah ada distribusinya yang
jelas. Jadi, sudah dikreasi sedemikian rupa, sehingga ya korupsi lebih menonjol
di Istana. Karena kekuasaannya tertinggi di sana," katanya.
Baca Juga:
Sederet Kebijakan Rizal Ramli untuk RI yang Patut Diapresiasi
Lebih lanjut, Adnan menyebut, setelah Soeharto
tumbang, semangat reformasi akhirnya melahirkan Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi baru.
Perbuatan korup yang lazim dilakukan saat Orde
Baru pun dilarang.
Hanya saja, kata Adnan, karena kekuasaan sudah
didistribusikan dan tersebar ke berbagai tempat, potensi penyalahgunaan pun
semakin meluas.