WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seiring dengan peralihan kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto, muncul berbagai upaya yang berpotensi mengguncang stabilitas pemerintahan.
Menurut KP Norman Hadinegoro, pengamat kebangsaan sekaligus Ketua Umum Perjuangan Rakyat Nusantara (PERNUSA), ada indikasi kuat bahwa sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi masyarakat (ormas) yang diduga memiliki keterkaitan dengan kepentingan asing tengah berupaya memecah hubungan antara Prabowo dan Jokowi.
Baca Juga:
Gerindra Bocorkan Ada Menteri yang Tak Seirama, Prabowo Siapkan Langkah Tegas
"Kelompok berkepentingan tengah bergerak. Mereka tidak ingin Indonesia semakin maju dan rakyat semakin makmur. Jika Presiden Prabowo melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah dirintis Presiden Jokowi, kesejahteraan rakyat bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan," ujar KP Norman Hadinegoro, mengutip JCC Network, Sabtu (8/2/2025).
Selama satu dekade kepemimpinan Presiden Jokowi, berbagai langkah strategis telah dilakukan untuk mengembalikan kendali atas sumber daya alam yang sebelumnya dikuasai perusahaan asing. Beberapa aset strategis yang kini dikelola oleh Indonesia antara lain Blok Mahakam, PT Freeport Indonesia, Blok Rokan Riau, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Vale Indonesia, dan PT Inalum.
Langkah ini telah mengubah lanskap ekonomi nasional, memungkinkan anak bangsa sendiri untuk mengelola kekayaan alam negeri.
Baca Juga:
Sinyal Reshuffle Prabowo: Menteri Tak Bekerja untuk Rakyat Akan Disingkirkan
Dengan sumber daya yang kini berada dalam kendali nasional, seharusnya kesejahteraan rakyat dapat lebih mudah terwujud, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Namun, Norman menegaskan bahwa kelompok-kelompok berkepentingan asing tidak tinggal diam. Mereka terus menyebarkan propaganda yang bertujuan melemahkan tokoh-tokoh yang berani menantang dominasi asing dalam pengelolaan sumber daya.
Menurut Norman, ada upaya sistematis untuk menciptakan gesekan antara Prabowo dan Jokowi guna menghambat keberlanjutan pembangunan yang telah dirintis.