WahanaNews.co | Perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau pada Selasa (25/1), ternyata tidak bisa berlaku sebelum Indonesia meratifikasinya.
"Cukup ratifikasi. Pemerintah ajukan ke DPR, Komisi I," ujar anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan alias Syarief Hasan, Rabu (26/1).
Baca Juga:
Luhut Pandjaitan Umumkan RI Ambil Alih Ruang Udara FIR Kepri-Natuna
Syarief menyebut ratifikasi harus dilakukan baik oleh parlemen Indonesia maupun Singapura agar perjanjian hukum bilateral antar kedua negara bisa mengikat.
"Kesepakatan ini bisa diterapkan dan tentunya sangat mengikat bila diratifikasi oleh parlemen masing-masing," kata Syarief.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta belum dapat memastikan apakah pihaknya akan kembali menolak ratifikasi tersebut.
Baca Juga:
Bupati Karo Hadiri Penyerahan Raport Kepada Kepsek Negeri dan Penandatanganan Perjanjian Kerja
Indonesia dan Singapura sebenarnya sudah pernah meneken perjanjian ekstradisi dan DCA pada 2007 lalu. Namun, perjanjian itu tak kunjung diratifikasi karena selalu mental di parlemen.
"Tentu konstelasi politiknya berbeda dengan dulu. Saat ini hampir semua RUU usulan pemerintah diamini dan disetujui DPR," sindirnya.
"Pencermatan atas pasal-pasal perjanjian penting untuk dilakukan, guna memastikan keuntungan bagi Indonesia dan tetap prioritaskan keamanan kedaulatan wilayah Indonesia," tambah Sukamta.