WahanaNews.co | Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) minta dilibatkan dalam proses perumusan Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengatur pokok-pokok pendidikan di Indonesia.
Ketua Departemen Litbang Pengurus Besar PGRI Sumardiansyah mengatakan, PGRI perlu dilibatkan karena mereka merupakan organisasi guru tertua yang memiliki 3,4 juta anggota yang tersebar dari mulai tingkat ranting, kecamatan, kabupaten/kota, dan pengurus besar.
Baca Juga:
Soal RUU Sisdiknas, Nadiem: Peran Kampus Diperbesar
"Mengapa PGRI sebagai sebuah organisasi profesi wajib dilibatkan? PGRI merupakan organisasi tertua yang berdiri dari 1912 Perkumpulan Guru Hindia Belanda, lalu tahun 1932 menjadi Perkumpulan Guru Indonesia, dan menjadi PGRI pada 25 November 1945," kata Sumardiansyah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, Senin (5/9/2022).
Dia melanjutnya, PGRI juga turut aktif melahirkan UU Sisdiknas tahun 2003 dan terlibat ketika UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 78 Tahun 1994 pun mengunggulkan PGRI sebagai organisasi guru pertama.
Kemudian, menurut Sumardiansyah, PGRI adalah organisasi independen yang tidak terikat partai politik mana pun. PGRI juga merupakan organisasi guru pertama yang memiliki kode etik, dilahirkan pada Kongres PGRI ke-12 di Jakarta sekitar tahun 1973.
Baca Juga:
Jadi Perdebatan, DPR Sebut Kemendikbud Mestinya Lapor Jokowi Soal RUU Sisdiknas
"Kami bersifat unitaristik, dosen, guru, tenaga kependidikan, pensiunan semua melebur menjadi satu. Itulah kenapa PGRI memang wajib dilibatkan dalam berbagai kebijakan pendidikan di Republik ini," jelasnya.
Dia mengakui, sejauh ini pembahasan RUU Sisdiknas belum melibatkan para guru, sehingga ada 4 poin yang menjadi catatan dalam RUU termasuk soal penghapusan pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG).
Secara substansi, bidang pendidikan yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pendidikan Tinggi masih banyak yang belum termuat di dalam UU Sisdiknas.
Lalu, keberadaan RUU Sisdiknas masih menyisakan polemik dan mendapat menolakan dari berbagai elemen masyarakat. Sebab, penyusunannya dianggap tergesa-gesa, diam-diam, tidak transparan, serta minim keterlibatan ahli dan partisipasi publik.
Tak hanya itu, roadmap pendidikan yang seharusnya menjadi prasyarat atau acuan dalam penyusunan RUU, belum selesai dituntaskan.
"Dan yang sangat mencoreng kami, hilangnya ayat tunjangan profesi dalam RUU versi Agustus. Karena itu kami menyambut baik usulan komisi X DPR RI untuk membentuk Pokja nasional RUU Sisdiknas dari berbagai unsur organisasi," ungkap dia.
Lebih lanjut, dia menyatakan, wacana hilangnya tunjangan profesi sudah beberapa digaungkan oleh pemerintah. Pada 2015 misalnya, Kemendikbud ingin menghapuskan tunjangan profesi guru saat rapat bersama Komisi X DPR RI.
Pada 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan, besarnya tunjangan profesi dalam bentuk sertifikasi tidak mencerminkan kualitas pendidik. Sri Mulyani juga menganggap tunjangan profesi tersebut hanya membebankan APBN.
Pada 2021, pemerintah juga berencana hanya memberikan tunjangan profesi hanya kepada guru yang berprestasi.
"Dan tahun 2019 kawan-kawan kita di kalangan guru SPK yang di dalamnya ada kurikulum nasional, PPKN, bahasa Indonesia, agama, tunjangan profesinya dihentikan. Artinya penghilangan tunjangan profesi nyata adanya, dimulai dari kalangan guru-guru SPK," sebut dia.
Sebagai informasi, RUU Sisdiknas telah resmi diusulkan oleh pemerintah masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas di Badan Legislasi DPR RI sejak 24 Agustus 2022.
RUU Sisdiknas rencananya bakal mencabut dan mengintegrasikan 3 undang-undang sebelumnya terkait pendidikan, salah satunya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengatur secara jelas jenis-jenis tunjangan.
Sayangnya, dalam RUU Sisdiknas, pasal tentang tunjangan profesi guru dihapus. Sedangkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 15, guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum.
Di dalamnya terdapat gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus, hingga tunjangan kehormatan.
Lebih rinci, tunjangan profesi guru diatur dalam pasal 16 ayat 1-6 dalam UU tentang Guru dan Dosen, tunjangan fungsional diatur di pasal 17 ayat 1 sampai 3, tunjangan khusus dalam pasal 18 ayat 1-4, dan maslahat tambahan di pasal 19. [rin]