Sementara itu, jumlah ekuitas PLN per
Desember 2020 tercatat sebesar Rp 939,81 triliun.
Zulkifli menjelaskan bahwa per April 2021,
posisi utang PLN telah mencapai Rp 448,6 triliun atau turun 0,8 persen
dibandingkan dengan saldo per 31 Desember 2020.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Dia menjelaskan, hal itu disebabkan karena
pembayaran lebih besar dibandingkan dengan penarikan pinjaman baru.
Menurut dia, posisi utang terhadap EBITDA PLN
kian membaik dari yang pernah mencapai lima kali, pada April 2021 telah menjadi
4,38 kali.
"Kami terus berupaya apabila cashflow
memungkinkan menurunkan utang. Kami akan terus membayar utang dengan suku bunga
tinggi untuk dilunasi dan mengambil utang baru dengan suku bunga rendah,"
jelasnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Direktur Executive Energy Watch, Mamit
Setiawan, menilai, dengan selisih antara liabilitas dan ekuitas PLN yang tidak
terlampau jauh, maka akan membuat ruang gerak PLN untuk berekspansi menjadi
sempit.
Dia berpendapat bahwa PLN harus lebih
berhati-hati dalam menjalankan program-program kerja.
Selain itu, pembangunan pembangkit baru perlu
ditinjau lagi, sehingga ke depan tidak memberatkan PLN, apalagi dengan skema take
or pay.