WahanaNews.com | Menuai polemik di kalangan masyarakat, Pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum soal upaya menekan kasus penularan HIV/AIDS dengan cara poligami, itu bukan solusi.
Banyak yang menilai, jika poligami bukan solusi terhadap pencegahan penularan penyakit tersebut. Sebab, masih banyak cara yang bisa dilakukan secara analisis rasional tanpa harus melalui menikah lagi.
Baca Juga:
KAKI: Peningkatan Kualitas Layanan Populasi Kunci ODHIV
"Kami memiliki skema penanganan HIV/AIDS yang lebih efektif. Mulai dari penelusuran asal penularan hingga strategi penanggulangannya," kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono di Puskesmas Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rabu (31/8/2022).
Dia menjelaskan, upaya yang dilakukan dengan melakukan surveilans dan melacak populasi kunci. Kemudian, melakukan deteksi pada kelompok yang berisiko tinggi dengan dengan skrining sehingga menjadi lebih tercover dalam penanganannya.
Menurutnya, populasi kunci lebih spesifik ke kelompok yang berperilaku sering bergonta-ganti pasangan dan bertukar jarum suntik. Seperti wanita pekerja seks (WPS), waria, lelaki seks dengan lelaki (LSL), dan pengguna napza suntik (penasun).
Baca Juga:
Mampukah Indonesia Mencapai Zero Diskriminasi HIV pada 2030? Ini Penjelasannya
Jika di lapangan ditemukan para penyintas HIV/AIDS, maka perlu dilakukan skrining terhadap para pasangan mereka. Sebab, pasangan para penyintas HIV/AIDS masuk dalam bagian populasi kunci.
Lebih lanjut dikatakannya, skrining HIV/AIDS selanjutnya menyasar kepada ibu hamil. Mereka juga dinilai sebagai pribadi yang rentan menularkan virus secara vertikal kepada bayi yang dikandungnya. Kasus seperti itu banyak ditemukan akibat tidak pahamnya masyarakat.
"Ibu hamil juga harus diperiksa HIV/AIDS-nya karena bisa menular kepada anaknya. Pemeriksaan itu akan membuat surveilansnya lebih baik," pungkasnya. [rsy]