WahanaNews.co | Ivan Yustiavandana, Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya indikasi tindak pidana dalam kasus maraknya uang ilegal yang masuk ke Indonesia dengan jumlah hingga triliunan rupiah.
Ia menduga, tindakan itu termasuk kasus penyelundupan uang atau yang kerap dikenal sebagai cash smuggling.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Ivan menjelaskan, uang yang biasanya diselundupkan dengan memanfaatkan koper itu menjadi ilegal karena tidak dilaporkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat memasuki daerah pabean. Itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Konteksnya uang masuk kita duga merupakan cash smuggling dalam kerangka Cross Border Cash Carrying (CBCC) yang tidak dilaporkan secara benar kepada otoritas terkait," kata Ivan saat dihubungi Jumat, 25 November 2022.
Ketentuan wajibnya pelaporan pembawaan uang tunai itu telah diatur rinci dalam Bab V pasal 34 hingga pasal 36 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Jika ketentuan itu dilanggar, ada sanksi yang bisa dikenakan, yaitu sanksi administratif berupa denda sebesar 10% dari seluruh jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp 300 juta.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Tapi tidak bisa dikatakan secara keseluruhan salah atau ilegal, tapi yang tidak dilaporkan rasionya jauh lebih besar dibandingkan yang dilaporkan, ini yang patut diduga ilegal," ucap Ivan.
Ivan enggan mengungkapkan rincian dari mana biasanya uang itu berasal dan digunakan untuk apa saat masuk ke Indonesia. Dia hanya menekankan, hasil analisis dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap para pelaku pembawa uang ilegal itu sejauh ini telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Hasil analisis sudah di KPK," ucap Ivan.
Ia pun telah memiliki identitas pelaku pembawa uang ilegal ini, mulai dari nama, tempat bekerja, berapa kali mereka melaporkan pembawaan uang tunai melalui CBCC, hingga fakta jumlah uang tunai yang sebenarnya mereka bawa melalui data Passenger Risk Management (PRM).
Jumlah yang ia tunjukkan ada sebanyak 20 nama. Diantaranya ada yang membawa uang hingga Rp 234,89 miliar dengan pelaporan CBCC hanya 10 kali dan FRM sebanarnya menunjukkan sudah sebanyak 139 kali. Selain itu juga ada yang mencapai nominal Rp 66,35 miliar dengan pelaporan di CBCC sebanyak 4 kali sedangkan data FRM menunjukkan 154 kali.
"Dari 20 nama tersebut kemudian difokuskan pada beberapa nama PVA (penukar valuta asing) terlapor total nominal 964 kali. Artinya, potensi uang masuk kalau dirata-rata Rp 12 triliun yang tidak dilaporkan pada 2018 dan sekitar Rp 2 atau Rp 3 triliun pada 2019 yang tidak dilaporkan," ucap Ivan.
Cash smuggling tidak secara spesifik disebutkan dalam UU TPPU, namun US Immigration and Customs Enforcement (ICE) Homeland Security Investigations (HSI) mendefinisikan bulk cash smuggling sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghindari persyaratan pelaporan mata uang, dan dengan sengaja menyembunyikan uang itu dengan nominal lebih dari US$ 10.000. [tum]