WahanaNews.co | Kementerian Pertanian (Kementan)
mengklaim kalau produksi beras nasional bakal surlus alias produksinya berlebih
sampai akhir Mei 2021.
"Secara
umum, sampai dengan akhir Mei 2021, ketersediaan pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai,
bawang merah, cabai, daging, dan gula, dalam keadaan cukup," kata Sekretaris Jenderal Kementan, Momon
Rusmono, dikutip pada Selasa (16/3/2021).
Baca Juga:
Ombudsman RI: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Impor Beras
Momon
mengatakan, khusus beras, diperkirakan surplus 12,56 juta ton hingga akhir Mei 2021, karena
pada saat ini dalam kondisi petani memasuki masa panen raya.
"Menjelang
Ramadhan dan Idul Fitri, perlu kami laporkan bahwa Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai
persiapan. Salah satunya, mengantisipasi ketersediaan pangan melalui penghitungan
neraca kebutuhan dan produksi pangan agar pada saatnya tercukupi," ujar Momon.
Baca Juga:
Pemerintah Bakal Impor 3 Juta Ton Beras di 2024
Penjelasan Kemendag
Sebagai
informasi, pemerintah akan membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton di
tahun ini.
Beras
impor akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah menyebutnya dengan
istilah iron stock.
Menteri
Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, mengatakan, rencana impor beras ini telah disepakati dalam
rapat koordinasi terbatas.
Kementerian
Perdagangan bahkan telah mengantongi jadwal impor beras tersebut.
"Iron stock itu barang yang memang
ditaruh untuk Bulog sebagai cadangan, dia mesti memastikan barang itu selalu
ada. Jadi tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun karena memang dipakai
sebagai iron stock," jelas Lutfi, dalam
keterangannya.
Klaim
pemerintah, impor sebesar 1 juta ton itu terbagi 500.000 ton beras impor untuk Cadangan Beras
Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog.
Stok
beras harus dijaga karena pemerintah perlu melakukan pengadaan beras
besar-besaran untuk pasokan beras bansos selama masa Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Muhammad
Lutfi meyakini, kebijakan impor beras 1 juta ton di 2021 tidak bakal menghancurkan harga
gabah di tingkat petani.
Menurut
dia, langkah ini dilakukan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan
harga.
"(Impor)
ini bagian dari strategi memastikan harga stabil. Percayalah, tidak
ada niat pemerintah untuk hancurkan harga petani, terutama saat sedang panen
raya," ujar Lutfi.
Lutfi
mengakui, berdasarkan data BPS, produksi beras nasional alami kenaikan tipis
0,07 persen menjadi mencapai 31,63 juta di 2020. Kenaikan produksi pun diperkirakan berlanjut di 2021.
Kendati
demikian, kata Lutfi, angka produksi tahun ini masih bersifat ramalan.
Artinya, masih
ada kemungkinan mengalami kenaikan atau bahkan penurunan, terlebih mengingat
kondisi curah hujan yang tinggi di sejumlah daerah Indonesia akhir-akhir ini.
Oleh
sebab itu, pemerintah memerlukan iron
stock atau cadangan untuk memastikan pasokan terus terjaga.
Penambahan
cadangan beras ini yang rencananya akan dipenuhi melalui impor.
Menurut
dia, sebagai cadangan, beras impor tersebut tak akan digelontorkan ke pasar
saat periode panen raya, melainkan ketika ada kebutuhan mendesak seperti bansos
ataupun operasi pasar untuk stabilisasi harga.
"Kalau
pun misalnya angka ramalannya memang bagus, tapi harga naik terus, itu kan mengharuskan intervensi dari
pemerintah untuk memastikan harga itu stabil," jelas Lutfi.
Lutfi
mengatakan, meskipun ada kebijakan impor, namun harga gabah yang diserap
Bulog dari petani nasional tidak akan diturunkan.
Respon Bulog
Direktur
Utama Perum Bulog, Budi Waseso, menyatakan, rencana pemerintah untuk impor beras 1 juta ton
pada tahun ini belum tentu dilaksanakan.
Bulog
masih akan memprioritaskan penyerapan beras dalam negeri.
"Walaupun
kami ada penugasan impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan. Kami akan
prioritas dalam negeri yang memang sedang masa panen raya," ujar pria yang
akrab disapa Buwas itu, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR RI.
Menurut
Buwas, dalam rapat kordinasi terbatas (rakortas) antarkementerian dan lembaga
terkait pangan, sebenarnya tidak ada pembahasan yang menyinggung importasi
beras.
Meski
demikian, Bulog mendapatkan penugasan tersebut.
"Kami
laporkan, memang dalam rakortas lalu itu tidak menyinggung masalah
impor, tapi kemudian kami dapat penugasan impor 1 juta ton ini," ungkap
dia.
Buwas
menjelaskan, per 14 Maret 2021, stok beras Bulog mencapai 883.585 ton. Terdiri
dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 859.877 ton dan beras komersial
sebesar 23.708 ton.
Sementara,
musim panen raya berlangsung sepanjang Maret-April 2021, sehingga penyerapan
beras oleh Bulog pada periode itu untuk CBP diperkirakan bisa mencapai 390.800
ton.
Artinya,
setelah panen raya, maka pasokan beras untuk CBP saja sudah lebih dari 1 juta
ton.
Angka
itu dinilai sudah memenuhi ketentuan CBP per tahun, sehingga dirasa tak perlu
dilakukan importasi beras.
Buwas
mengatakan, tren penyerapan beras terus meningkat.
Pada
minggu kedua Maret, rata-rata penyerapan mencapai 3.500 ton per hari, naik dua
kali lipat dibandingkan penyerapan di awal Maret yang 1.500 ton per hari.
"Jadi, ada
kemungkinan karena Maret-April panen raya, maka produksi dan penyerapan akan
terus meningkat," kata Buwas. [dhn]