WahanaNews.co | Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam jangka waktu Januari hingga November 2022 tercatat kasus baru penyakit Tuberkulosis atau TBC mencapai 1.216. Jumlah tersebut ditemukan di seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Bantul.
Dari jumlah tersebut, 619 di antaranya adalah kasus TBC pada anak dan 12 kasus pasien risesten obat. Angka 1.216 kasus tersebut masih 50 persen dari estimasi 2.431 kasus TBC di Bantul sehingga masih banyak orang dengan TBC yang masih belum ditemukan dan diobati.
Baca Juga:
Dinkes Kabupaten Tangerang Ungkap 8.941 Warganya Menderita TBC
Kepala Dinas Kabupaten Bantul, Agus Budi Raharja mengatakan, merujuk dari data tersebut, rerata kasus baru TBC satu hari mencapai 6-7 kasus.
"Untuk kasus TBC pada anak beruntungnya tidak akan menularkan kepada orang lain, namun justru anak itu yang tertular TBC," katanya, Rabu (21/12/2022).
Dari jumlah itu, ditemukan 1,5 persen angka kematian pada pasien TBC. Agus mengatakan, temuan 1.216 kasus TBC baru di Bantul sejalan dengan temuan kasus di nasional pada tahun 2021 di mana estimasi temuan TBC mencapai 969.000 kasus, namun baru ditemukan sebanyak 443.235 kasus baru, dengan jumlah kematian mencapai 15.186 kasus.
Baca Juga:
Pekerja yang Terdiagnosis TBC Tak Bisa Di-PHK Sepihak oleh Perusahaan
"Kalau kasus kematian akibat TBC di Bantul masih dalam kisaran 1 hingga 1,5 persen dari total kasus TBC di Bantul," ungkapnya.
Agus mengatakan, kasus TBC seperti halnya Covid-19 sehingga untuk memutus penularan harus menemukan sumber penularnya. Dengan masih tingginya kasus TBC yang belum terungkap ini maka, Agus mengatakan penyakit TBC masuk kedalam lima prioritas pokok masalah kesehatan yang harus disegera dientaskan.
"Tentu untuk mengungkap kasus TBC ini tidak mudah karena masih ada 50 persen kasus yang belum terungkap dan berpotensi menyebarkan kepada orang lain seperti halnya kasus Covid-19. Ketika sumbernya tidak ditemukan ya bagaimana untuk menyelesaikannya," kata dia.
Untuk itu, pihaknya telah gencar screening awal terhadap pasien berobat yang diduga terpapar TBC. Termasuk pasien anak-anak dan lansia.
"Seperti dalam penanggulangan penularan COVID-19 maka 3T harus terus digencarkan agar pisa memotong mata rantai penularan dan sumber penularan diobati," tandasnya.
Di sisi lain, ia mengatakan saat ini Dinas Kesehatan Bantul harus menghadapi masalah di mana banyak pasien putus berobat sehingga menimbulkan pasien resistens terhadap obat. Pada tahun 2021, tercatat pasien resisten mencapai 3,93 persen.
"Sebab pasien yang putus berobat akan mengulang kembali dalam mengkonsumsi obat sehingga waktu pasien akan sembuh menjadi semakin lama," terangnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Bantul, Hanung Raharjo mengatakan, untuk menanggulangi kasus TBC yang masih menjadi fenomena gunung es perlu adanya kerjasama antar pihak.
"Kita yang ada di DPRD Bantul tentunya akan mendukung dari sisi penganggaran untuk penemuan kasus baru TBC dan pengobatan bagi pasiennya. Karena kita tahu bahwa pengobatan pasien TBC sudah gratis namun terkadang masyarakat enggan untuk memanfaatkannya," ucapnya.
Menurutnya, hal masih menjadi kendala dalam menemukan orang terpapar TBC karena masih banyak masyarakat yang menganggap TBC sebagai aib sehingga harus disembunyikan.
"Anggapan-anggapan seperti ini masih banyak ditemukan di tengah-tengah masyarakat," kata dia. [sdy]