WAHANANEWS.CO, Jakarta – Merespons rencana pemerintah yang akan mereforestasi lahan sawit imbas banjir melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Ilmuwan senior CIFOR-ICRAF sekaligus Guru Besar IPB University, Herry Purnomo menyampaikan, perkebunan kelapa sawit di Sumatera bisa dijadikan hutan kembali.
"Bisa (dikembalikan) tinggal bagaimana caranya, mekanismenya pohonnya apa yang ditanam. Sawit ini banyak merambah hutan, di Tesso Nilo misalnya separuhnya ditanam sawit di tempat-tempat yang seharusnya hutan," ujar Herry saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/12/2025).
Baca Juga:
Minta APH Audit Bumdes Sukamakmur dan Evaluasi Auditor Inspektorat
Menyadur dari Kompas.com, Selasa (10/12/2025) Herry lantas mencontohkan keberhasilan penanaman 60.000 batang mangrove di lahan gundul Banyuasin, Sumatera Selatan.
Namun, ia menekankan pentingnya perencanaan matang dan pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan kondisi lahan.
Pergantian kebun sawit menjadi hutan tak serta-merta dilakukan sekaligus. Tahapannya dapat dimulai dari menggantikan pohon sawit yang sudah tua dan tidak produktif. Sementara itu, sawit yang masih berproduksi dapat menunggu hingga masa produktifnya selesai.
Baca Juga:
Kebun Sawit Jadi Ladang Ganja: Petani di Tapanuli Selatan Tidur di Penjara
"Jadi supaya di bawahnya itu tidak ada konflik ya dilihat, dievaluasi per peta. Kalau (sawit) sudah tua tinggal diganti saja, menanam pohon itu juga tidak gampang jadi mesti dibuat planning mana dulu ditanam," jelas dia.
Sementara itu, waktu pemulihan lahan sangat bergantung pada karakteristik wilayah, termasuk kondisi gambut, mangrove, mineral, dan kemiringan lahan. Dia memperkirakan masa pemulihan kawasan hutan di Sumatera bisa mencapai 10 hingga 20 tahun.
Pentingnya masyarakat untuk terlibat
Selain aspek ekologis, keterlibatan masyarakat menjadi faktor keberhasilan penanaman kembali hutan. Penanaman pohon buah, misalnya, di samping tanaman lain untuk menambah penghasilan masyarakat yang terlibat.
"Jadi masyarakat harus dilibatkan, karena kalau masyarakat enggak dapet penghasilan sulit juga. akan mencari lahan buat kebun lagi, makanya sekarang banyak perhutanan sosial di mana masyarakat dari pepohonan dapat penghasilan," tutur Herry.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bakal mengevaluasi kebun yang dahulu merupakan hasil pelepasan area hutan.
Dia pun menegaskan perlunya dilakukan revisi penataan ruang di Pulau Sumatera, imbas banjir yang telah menelan hampir ribuan korban jiwa tersebut, menurut data per 8 Desember 2025.
"Saya kemarin rapat, termasuk Menteri Kehutanan juga sedang mengevaluasi beberapa kebun-kebun yang dulunya hasil pelepasan kawasan hutan, kemungkinan besar dengan adanya bencana ini nanti akan ada evaluasi besar-besaran dan ada salah satu keputusan ekstremnya adalah dikembalikan menjadi fungsi hutan lagi," kata Nusron, Senin (8/12/2025).
Menurut dia, wilayah Sumatera sudah kehilangan daerah resapan air sehingga air tidak bisa terserap ke tanah dan akhirnya mengisi ruang-ruang yang ada yakni permukiman.
"Karena penyangga serapannya dulunya adalah tumbuh-tumbuhan, pohon-pohon, pohonnya hilang. Terus gimana caranya supaya enggak ini? Ya kembalikan, yang dulunya itu ruang untuk pohon, yang sekarang diganti menjadi ruang untuk lainnya, kembalikan ruang itu untuk pohon," ucap Nusron.
Dia lantas mendorong revisi 415 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, karena hanya 100 RTRW yang sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029.
[Redaktur: Alpredo Gultom]