WahanaNews.co | Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menjelaskan fenomena semburan lumpur panas dari dalam tanah di Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar).
Fenomena semburan lumpur panas itu terjadi usai gempa magnitudo 6,2 mengguncang Kabupaten Pasaman Barat, Jumat (25/2/2022).
Baca Juga:
Gempa 5,2 Magnitudo Guncang Mentawai Sumbar
Suharyanto menyebut fenomena itu dikenal dengan istilah likuefaksi tanah.
Fenomena likuefaksi terjadi ketika tanah yang jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan.
Sehingga, tanah yang padat itu berubah wujud menjadi cairan atau air berat.
Baca Juga:
Aliansi Relawan Jokowi Bantu Korban Gempa di Sumbar
"Di setiap gempa dengan episenter di darat biasa diikuti dengan fenomena longsor, likuifaksi dan gerakan tanah," kata Suharyanto kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
Ia menjelaskan, likuefaksi tidak hanya terjadi dalam skala besar seperti di Palu tahun 2018 lalu, tetapi juga dalam skala kecil.
Ia menyebut fenomena itu juga bisa terjadi ketika keringnya air sumur dan naiknya pasir.
"Berubahnya tanah jadi lumpur karena terdorongnya air tanah saat gempa bercampur dengan tanah permukaan atau bisa disebut sand boiling," lanjutnya.
Ia berharap fenomena likuefaksi di Pasaman Barat tidak terjadi di lokasi lain.
Selain itu, ia juga berharap kejadian itu hanya sementara.
"Kita harapkan apa yang diberitakan di atas sifatnya hanya lokal dan sementara," jelasnya.
Sebelumnya, viral video meluapnya air panas dari dalam tanah.
Dalami video itu, terlihat seperti mata air bercampur lumpur warna cokelat muda menyembur dan mengalir terus.
Kejadian itu disebut terjadi setelah gempa di Pasaman Barat.
BNPB menyebut gempa itu menyebabkan enam orang meninggal dunia.
Selain itu, ratusan rumah juga rusak. [gun]