Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, menilai, peralihan kepemilikan perusahaan harus dapat dipastikan telah mengikuti proses bisnis dan tata kelola sesuai ketentuan perseroan terbatas.
Di samping itu, pemerintah diminta meningkatkan instrumen pengawasan agar tidak lagi terulang sejumlah kejahatan yang mencoreng wajah Indonesia, seperti kasus perbudakan, hasil perikanan yang dilarikan ke luar negeri, dan penggunaan ABK asing.
Baca Juga:
Penukaran Utang dengan Konservasi, KKP Optimalkan Terumbu Karang di Wilayah Timur
”Di tengah upaya pemerintah menggenjot investasi, instrumen pengawasan perlu ditingkatkan. Selain itu, penguatan dan mekanisme pengawasan publik. Jangan sampai, kejahatan yang merusak wajah perikanan Indonesia terulang,” katanya.
Abdi mengingatkan, hingga saat ini kasus kerja paksa di usaha kapal perikanan masih terus terjadi.
Dari data Fishers Centre, hingga saat ini tercatat 30 kasus pelanggaran ketenagakerjaan berupa kerja paksa.
Baca Juga:
KKP Sebut Aturan Ekspor Pasir Laut Rampung Maret 2024
Dari jumlah itu, sejumlah 15 kasus di antaranya berlangsung di Kepulauan Aru yang menimbulkan korban 70 ABK.
Pelanggaran itu antara lain berupa penelantaran, gaji tidak dibayar, serta tidak adanya asuransi dan jaminan sosial. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.