WAHANANEWS.CO, Pekanbaru - Dalam upaya memperjuangkan hak pekerja dan menindak tegas praktik perusahaan yang melanggar aturan, Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan melakukan inspeksi mendadak ke sebuah perusahaan tour and travel di Jalan Teuku Umar, Kota Pekanbaru, Riau.
Kunjungan tersebut berlangsung pada Rabu (23/4/2025) dan berujung panas ketika dugaan penahanan ijazah oleh pihak perusahaan memicu kemarahan sang wakil menteri.
Baca Juga:
Kardinal Tagle Berpeluang Ukir Sejarah Sebagai Paus Asia Pertama
Sidak dilakukan menyusul laporan masyarakat yang menyebut bahwa perusahaan tersebut menahan ijazah milik 12 mantan karyawan.
Praktik semacam ini dinilai bertentangan dengan hukum ketenagakerjaan dan melanggar hak asasi para pekerja.
Begitu tiba di lokasi, Immanuel Ebenezer yang akrab disapa Noel langsung masuk ke kantor perusahaan dan menemui dua karyawan.
Baca Juga:
Ultimatum Pemerintah: Lippo Wajib Tuntaskan Masalah Meikarta Sebelum 23 Juli 2025
Ia dengan tegas meminta agar dipertemukan dengan pimpinan perusahaan untuk mengonfirmasi laporan tersebut.
Namun, dua karyawan itu tampak mengabaikan permintaan sang wakil menteri.
Situasi memanas ketika salah seorang karyawan justru menuding Noel memaksa.
“Siapa yang paksa kamu. Jangan kurang ajar begitu ya! Ngomong paksa-paksa. Sama nih kayak di Surabaya konyolnya,” hardik Noel sambil menunjuk pegawai yang duduk di hadapannya.
Karyawan tersebut hanya menjawab singkat, “Sabar ya, sabar ya,” mencoba meredam ketegangan.
“Kamu ngomong maksa, siapa yang maksa kamu? Orang saya dari tadi bilang telepon, telepon (pimpinan). Kita negara, bukan preman,” jawab Noel dengan suara meninggi, menunjukkan ketidakterimaannya atas tudingan tersebut.
Karena tetap tidak mendapat respons yang memadai, Noel akhirnya memperkenalkan dirinya dengan lebih tegas.
“Mas, saya wakil menteri,” ucapnya lantang kepada seorang pegawai yang tetap sibuk memandangi layar komputer. Tampak jelas kekecewaan Noel terhadap sikap acuh dari karyawan itu.
Seorang pria yang berada di dekat Noel pun ikut menegur, “Oi, hargai orang ngomong.”
Usai sidak, Noel menjelaskan kepada awak media bahwa ia telah berulang kali meminta untuk bertemu pimpinan perusahaan namun tidak digubris.
Ia menunjukkan salah satu operator kantor sebagai bukti bahwa pihak perusahaan enggan berkomunikasi.
“Saya sudah berkali-kali meminta untuk dipertemukan dengan pimpinan perusahaan kepada pekerja, namun tidak ada yang menggubris,” kata Noel kepada wartawan.
Ia menegaskan bahwa tindakan menahan ijazah adalah bentuk pelanggaran serius. Pemerintah, kata Noel, tidak akan mentolerir praktik yang merugikan pekerja.
“Saya minta ijazah 12 eks karyawan itu segera dikembalikan. Kalau tidak, kami pertimbangkan menutup sementara perusahaan ini,” tegasnya.
Namun tak lama setelah Noel dan rombongannya pergi, pimpinan perusahaan akhirnya bersedia menemui pihak pemerintah daerah.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau, Boby Rachmat, membenarkan hal itu.
Ia menyatakan bahwa pertemuan dengan pimpinan perusahaan akhirnya bisa terlaksana dan membahas langsung laporan masyarakat terkait penahanan ijazah.
"Ya, akhirnya kita bisa jumpa pimpinan perusahaan. Tadi kita diskusikan terkait sidak Pak Wamen dan juga soal pengaduan masyarakat yang merasa ijazahnya ditahan perusahaan," kata Boby saat diwawancarai wartawan usai pertemuan.
Menurut Boby, pihak perusahaan membantah telah menahan ijazah para mantan karyawan.
Mereka meminta agar disampaikan data lengkap siapa saja eks pekerja yang merasa ijazahnya ditahan, untuk kemudian ditindaklanjuti.
“Ini kan dari (pengakuan) mereka. Merasa tidak ada menahan ijazah. Mereka minta mana datanya dan siapa pekerjanya. Ini yang perlu kita pertemukan tadi. Jadi bukan kita tidak berhasil (mengambil ijazah). Kita sudah berhasil bertemu dengan pimpinan perusahaan setelah menunggu. Alhamdulillah, kita ketemu dengan kesabaran kita juga kan,” ujar Boby.
Meski belum ditemukan solusi konkret, sidak tersebut menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah siap berdiri di pihak pekerja dan tak akan diam menghadapi dugaan pelanggaran hak tenaga kerja.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]