WahanaNews.co | Kegagalan mengantisipasi kerumunan atau pelanggaran
protokol kesehatan Covid-19 (virus Corona) di Jakarta tak bisa serta merta
mengkambinghitamkan Pilkada 2020.
Terlebih pesta demokrasi
di 270 daerah ini berlangsung di 9 provinsi dan diikuti lebih dari 100 juta
pemilih.
Baca Juga:
Pemilihan di Daerah Mundur ke 2031, Ini Putusan Mengejutkan MK soal Pilkada dan DPRD
"Menurut saya tidak bisa Pilkada dijadikan kambing hitam oleh pelanggar
protokol kesehatan. Sepengetahuan kami di Komisi II, monitoring dan evaluasi
protokol kesehatan dilakukan dalam rentang waktu harian, mingguan, dan bulanan," ujar Anggota Komisi II DPR RI, Nasir Djamil, kepada media, Rabu (18/11/2020).
Selain itu,
kata dia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) telah mengatur protokol
kesehatan Covid-19 dalam pelaksanaan Pilkada.
Gugus Tugas Covid-19 juga ikut mengontrol realisasinya di lapangan.
Sekalipun pada tahapan
pendaftaran pasangan calon muncul sejumlah pelanggaran, dan hingga kini jumlahnya hanya 2,2% dalam
keseluruhan tahapan Pilkada.
Baca Juga:
UU Pemilu dan Pilkada Diubah, MK Pisahkan Jadwal Pemilu Pusat dan Daerah
"Angkanya kecil tapi tidak boleh dianggap remeh. Saya
menilai dan melihat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sangat cerewet soal
protokol Covid-19.
Dia menegur dan mengumumkan ke publik daerah yang
melanggar protokol Covid-19," tegasnya.
Sementara itu,
anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin, menilai, protokol kesehatan tidak boleh diabaikan. Digelar atau tidak Pilkada 2020, semua masyarakat mesti menjalankan aturan ini.
"Kalau pun tidak ada Pilkada, pelanggaran protokol kesehatan harus tetap
ditindak oleh kepolisian. Apalagi di daerah yang ada peraturan daerah terkait
itu," terangnya.
Ia mengatakan,
pelanggaran protokol kesehatan di Pilkada akan ditangani dengan penerapan sanksi.
"Nah untuk yang urusan kegiatan Pilkada, ada ruang Bawaslu menjalankan kewenangannya,
mencegah, memberi surat peringatan, membubarkan. Dan itu sudah kita
lakukan," ujarnya.
Pengamat politik, Adi Prayitno, juga menyatakan pandangan yang sama. Kegagalan
mengantisipasi kerumunan yang diharamkan protokol kesehatan Covid-19 tidak
patut menyamakan dengan kasus di Pilkada.
Seharusnya pemerintah daerah sigap mengantisipasi dan mencegah
terjadinya pelanggaran ini.
"Terkesan penindakan pelanggaran protokol setelah ada
kejadian, bukan dicegah sebelum terjadi kerumunan. Seperti yang terjadi
belakangan di bandara dan Petamburan.
Mestinya dicegah dan tindak agak tak berkerumun," pungkasnya. [dhn]