WahanaNews.co | Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mendalami arti tangisan Putri Candrawathi saat ceritakan skenario Ferdy Sambo soal pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Pendalaman itu dilakukan saat Hakim Ketua bertanya pada Ahli Psikologi Forensik Reni Kusumowardhani yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Baca Juga:
Ferdy Sambo Dieksekusi ke Lapas Salemba, Putri Candrawathi di Pondok Bambu
Hakim Ketua bertanya terkait proses pemeriksaan psikologi forensik terhadap Putri. Khususnya kala Putri menangis saat menceritakan skenario Sambo.
"Yang di Duren Tiga itu kan peristiwanya tidak benar dan Putri juga ceritakan dengan tangisan. Bagaimana pendapat saudara?" tanya hakim ketua.
"Pada waktu itu Ibu Putri mengatakan 'peristiwa Duren Tiga tidak benar tapi saya takut pada suami saya. Saya dipaksa menandatangani BAP dan saya percaya pada suami saya', itu ada tangisan. Namun respons tangisannya secara fisiologis dan emosional itu intensitasnya berbeda pada saat ceritakan peristiwa yang ada di Magelang," terang Reni.
Baca Juga:
MA Vonis Ferdy Sambo Jadi Seumur Hidup, Kamaruddin Duga ada Lobi-lobi Politik
Hakim Ketua lalu bertanya perihal kronologi skenario palsu pelecehan di Duren Tiga yang diceritakan Putri.
"Tidak begitu. Ini yang skenario. Skenario itu kan juga disertai tangisan. Putri ini kan juga ceritakan dengan tangisan-tangisan. Bagaimana pendapat saudara dengan yang demikian?" tanya hakim.
"Semuanya memang membuat takut bagi Ibu Putri. Yang pertama takut karena sebetulnya tidak seperti itu kejadiannya sementara yang satunya kejadian yang sebenarnya itu yang di sini. Respons tangisan betul ada pada dua-duanya, Yang Mulia, tapi terobservasi berbeda intensitasnya," jawab Reni.