SEJAUH ini, hanya ada seorang ekonom yang
sanggup merebut kepercayaan untuk menjadi Menteri Keuangan di dua era
kepresidenan.
Ya, itulah Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI di era Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga:
Kabupaten Toba Kembali Menerima WTP Atas LKPD Tahun 2024
Kepiawaiannya menjadi "koki" untuk mengelola dan mengatasi persoalan
keuangan negara, tak hanya diakui oleh para pemimpin nasional, tapi juga di
tataran global.
Terakhir, Sri Mulyani terpilih menjadi Co-Chair atau Ketua Dewan Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk
Perubahan Iklim atau The Coalition of
Finance Ministers for Climate Action.
Saat ditunjuk menjadi Menkeu pada periode pertama pemerintahan Presiden
SBY (2004-2009), Sri Mulyani menunjukkan kinerja yang memuaskan.
Baca Juga:
SeaBank Catat Laba Rp97 Miliar di Awal 2025, Dukung Literasi Keuangan dan Pemberdayaan Perempuan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode itu berhasil mencapai angka
6,3 persen di tahun 2007.
Selain itu, rasio utang dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia berhasil
diturunkan dalam kurun lima tahun, dari angka 57 persen menjadi 28,3 persen
(Bappenas, 2013).
Pencapaian ini membuat Sri Mulyani dipercaya menjabat lagi pada periode
kedua pemerintahan SBY.
Kepercayaan serupa juga diberikan oleh Presiden Jokowi. Pada 2014, dia
menduduki kembali kursi Menkeu hingga lima tahun.
Investasi Indonesia meningkat, Sri Mulyani mendapat kepercayaan investor
asing.
Maka, saat terpilih kembali menjadi Presiden untuk periode kedua pada
2019, Jokowi pun akhirnya memilih lagi Sri Mulyani menjabat posisi yang sama.
Keluarga Pengajar
Sri Mulyani lahir di Bandar Lampung, Lampung, pada 26 Agustus 1962. Dia
adalah anak ke-7 dari 10 bersaudara.
Kedua orangtuanya adalah guru besar di Universitas Negeri Semarang
(UNNES). Ayahnya, Prof Satmoko, meninggal pada 2006, dan ibunya, Prof Retno
Sriningsih, wafat di tahun 2008.
Selepas dari SMAN 3 Semarang, Sri Mulyani melanjutkan kuliah di Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Gelar sarjana ekonomi dia dapatkan pada tahun 1986, dan sempat menjadi
asisten pengajar.
Dua tahun kemudian, dia melanjutkan pascasarjana (S2) dan meraih gelar
master pada tahun 1990 di University of Illinois at Urbana-Champaign, Amerika
Serikat.
Gelar doktor juga diraih di universitas yang sama pada 1992, dengan disertasi
berjudul Measuring the Labor Supply Effect
of Income Taxation Using a Life-Cycle Labor Supply Model: A Case of Indonesia.
Karier
Setelah lulus dari studi doktoral, Sri Mulyani kembali ke almamaternya
di Universitas Indonesia untuk mengajar.
Dari dunia akademik inilah suaranya muncul di media untuk memberikan
pandangan kritis terhadap kondisi perekonomian nasional yang sedang krisis.
Dia ikut menandatangani "Deklarasi Penyelamatan Ekonomi Indonesia"
bersama para ekonom, seperti Anwar Nasution, Sjahrir, Mari Elka Pangestu, Rizal
Ramli, Faisal Basri, Thee Kian Wie, dan Didiek J Rachbini, pada 6 Agustus 1998,
di Jakarta.
Menyikapi kondisi perekonomian yang kian terpuruk waktu itu, sebagai
kaum profesional, yang bisa mereka lakukan hanya memberikan moral force.
"Jangan sampai kita dipaksa oleh sebuah revolusi sosial," ujar Sri
Mulyani, kala itu (Kompas, 7/8/1998).
Berkat kiprahnya itu, pada tahun 1999, Sri Mulyani kemudian ditunjuk
oleh Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Sekretaris Dewan Ekonomi Nasional, yang
diketuai Emil Salim.
Inilah kiprah jabatan pertama Sri Mulyani memasuki lembaga pemerintahan
secara nasional.
Pada tahun 2001, kiprahnya berlanjut ke lembaga internasional. Sri
Mulyani bekerja sebagai konsultan untuk US
Agency for International Development (USAID).
Selain itu, diaj uga mengajar sebagai profesor di Andrew Young School of Policy Studies di Georgia State University.
Setahun kemudian, ahli ekonomi moneter dan perbankan serta ekonomi
tenaga kerja ini terpilih menjadi Executive
Director Dana Moneter Internasional (IMF), mewakili 12 negara ASEAN.
Di kancah internasional itu, namanya benar-benar menjadi sorotan pada
tahun 2010. Saat itu, Bank Dunia memilihnya sebagai Direktur Pelaksana Bank
Dunia.
Jabatan ini dia emban selama kurang lebih enam tahun, sebelum Presiden
Jokowi memanggilnya untuk menjabat sebagai Menkeu pada 2016.
BIODATA
Nama: Sri Mulyani Indrawati SE MSc PhD. Lahir: Kota Tanjung Karang (Bandar
Lampung), Lampung, 26 Agustus 1962. Jabatan:
Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju (2019-2024).
Pendidikan: SD Karang Kumpul Semarang (1972), SMPN I
Semarang (1978), SMAN III Semarang (1981), Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (1986), Master of Science
Economic University of Illinois - Urbana, AS (1990), PhD of Economic - University of Illinois, AS (1992).
Karier Pemerintahan:
- Staf Ahli Bidang Analisis Kebijakan OTO-Bappenas (1994-1995);
- Anggota Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Keuangan dan Moneter,
Departemen Keuangan (1998);
- Kerja Bidang Hukum Bisnis, Menteri Kehakiman RI (1999);
- Tim Penyelenggara Konsultan Ahli Badan Pembinaan Hukum Nasional
(1999-2000);
- Sekretaris Dewan Ekonomi Nasional (1999-2000);
- Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas
Kabinet Indonesia Bersatu di era Presiden SBY (2004-2005);
- Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu di Era Presiden SBY
(2005-2009);
- Memimpin delegasi Indonesia dalam menghadiri Forum 20 Negara yang
menempati urutan teratas dalam ekonomi dunia (G-20) di Cape Town, Afrika
Selatan (2007);
- Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia
Bersatu di era Presiden SBY (2008-2009);
- Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II di era Presiden SBY
(2009-2010). Mundur 20 Mei 2010;
- Menteri Keuangan Kabinet Kerja di era Presiden Jokowi (2014-2019);
- Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju di era Presiden Jokowi
(2019-2024).
Karier Non-Pemerintahan:
- Dosen Program S-1 dan Program Ekstension Fakultas Ekonomi UI (1986);
- Pengurus Associate LPEM UI (1988);
- Asisten Profesor University of Illinois, Urbana-Champaign, AS (1990-1992);
- Research Associate LPEM UI (1992);
- Wakil Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan LPEM FEUI (1993-1995);
- Wakil Kepala Bidang Penelitian LPEM FEUI (1995-1998);
- Kepala Program Magister Perencanaan Kebijakan Publik UI (1996-1999);
- Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEUI (1998-2001);
- Komisaris PT Astra International Tbk (2000);
- Komisaris PT Unilever Indonesia Tbk (2000);
- Konsultan USAID di Atlanta, AS (2001-2002);
- Peneliti dalam penelitian exchange program dalam program kerjasama
antara LPEM FEUI dan Georgia, AS (2001);
- Direktur Eksekutif untuk 12 Negara Asia Tenggara di IMF (2002-2004);
- Direktur Pelaksana Bank Dunia (2010-2016).
Kiprah Organisasi:
- Ketua I Bidang Kebijakan Ekonomi Dalam dan Luar Negeri serta
Kebijaksanaan Pembangunan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) (1996-2000);
- Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (2019-2023).
Penghargaan:
- The Best Finance Minister in
Asia dari Emerging Market Forum (2006, 2007, 2008);
- The Finance Minister of The Year
in the World dari Euromoney
(2006);
- Perempuan Paling Berpengaruh ke-23 di Dunia versi Majalah Forbes (2007);
- Penghargaan dari Institut Singapore untuk Urusan Internasional sebagai
salah seorang pemimpin berpengaruh di Asia (2008);
- Penghargaan Menteri Terbaik Dunia pada kegiatan World Government Summit di Dubai (11 Februari 2018);
- Penghargaan dari Global Markets
sebagai Finance Minister of the Year -
East Asia Pacific. Gelar tersebut diberikan saat berlangsung IMF - World Bank Group Annual Meetings
di Bali (Oktober 2018);
- Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik tahun 2017, 2018, 2019 versi
majalah keuangan FinanceAsia.
Karya Buku:
- Teori Moneter. Penerbit:
Lembaga Penerbitan UI (1986);
- Prospek Ekonomi. Penerbit:
Gramedia (1995);
- Literasi dan Pemerataan dalam
Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan dan Kemiskinan. Penerbit: Tiara Wacana
(1995).
Keluarga: Prof Satmoko (Ayah), Prof Retno
Sriningsih Satmoko (Ibu), Tonny Sumartono SE MSc (Suami), Dewinta Illinia
Sumartono (Anak), Adwin Haryo Indrawan Sumartono (Anak), dan Luqman Indra
Pambudi Sumartono (Anak). [qnt]