WahanaNews.co, Jakarta - Pemerintah mengusung tema “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan” pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan tahun 2025 sebagai awal dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029 sangat strategis dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2024.
Baca Juga:
Seluruh Fraksi DPR Setujui KEM-PPKF RAPBN 2025 untuk Dibahas Lebih Lanjut
“Mengapa pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dan ada kata-kata akselerasi? Pertama, mengingat bahwa tahun 2025 adalah awal dari RPJMN Tahun 2025-2029, dan RPJMN 2025-2029 adalah sangat strategis yang menjadi bagian dari awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 Indonesia Emas,” ujar Suharso usai menghadiri sidang kabinet paripurna (SKP) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (26/02/2024).
Suharso mengungkapkan, pada tahun 2025 pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,3-5,6 persen. Selain itu pemerintah juga menargetkan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 6-7 persen serta menurunkan tingkat pengangguran terbuka menjadi 4,5-5 persen.
“Sasaran pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 adalah antara sekitar 5,3-5,6 persen, kemudian tingkat kemiskinan itu antara 6-7 persen, kemudian tingkat pengangguran terbuka juga kita turunkan,” tandasnya.
Baca Juga:
Indonesia Perkenalkan Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat di World Water Forum ke-10
Sementara itu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan selain akselerasi pertumbuhan ekonomi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 juga difokuskan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat atau well-being serta konvergensi atau pertumbuhan yang makin merata antardaerah.
“Untuk postur awal ini, tadi telah disampaikan dari sisi penerimaan negara maupun belanja negara dijaga, sehingga defisitnya untuk tadi adalah antara 2,45 [persen] hingga 2,8 persen dari GDP [gross domestic product]. Bapak Presiden meminta agar itu betul-betul dikendalikan dari sisi defisitnya, sehingga dalam situasi global yang suku bunga tinggi dan juga gejolak dari sisi geopolitik, kepercayaan terhadap APBN masih tetap bisa dijaga,” pungkas Menkeu. Demikian dilansir dari laman setkabgoid, Selasa (27/2).
[Redaktur: Alpredo Gultom]