"PDIP dan Demokrat bagai minyak dan air yg sulit disatukan. Dari berbagai penjuru mata angin dua partai sulit akur. Bahkan sampai lebaran kuda sekalipun 'perdamain politik' keduanya mustahil terwujud. Dampaknya rivalitas dua partai yang semakin mengeras. Sulit didamaikan. Yang paling dikhawatirkan rivalitasnya menghilangkan rasionalitas, bukan objektifitas. Karena dasarnya rasa tak suka bukan yang lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Adi meduga konflik antara PDIP dan Demokrat ini sebetulnya mulai terjadi pada 2004. Kala itu, hubungan Ketum Partai Demokrat SBY mulai merenggang dengan Ketum PDIP Megawati sejak SBY memenangkan konstestasi Pilpres.
Baca Juga:
Peran Anwar Usman di Sengketa Pilkada 2024 Masih Dipertimbangkan MK
"Runutan sejarahnya agak panjang. Sekitar 2004 ketika SBY menang Pilpres mengalahkan Megawati. Padahal sebelumnya SBY pernah jadi menterinya Megawati yang ditengarai tak bakal maju pilpres yang nyatanya menang. Dari situ bermula hubungan kedua tokoh mulai renggang," jelasnya.
Lebih dalam, Adi menyebut saat itu SBY berjanji kepada Megawati untuk tidak maju Pilpres. Namun ternyata, SBY maju Pilpres dan mengalahkan Megawati. Ingkar janji ini lah, kata Adi, yang menyebabkan perselisihan keduanya terjadi sampai saat ini.
"Dalam berbagai versi, konon SBY berjanji tak akan maju Pilpres, nyatanya maju dan menang. Ini titik awal perseteruan keduanya. Apalagi setelah jadi Presiden, SBY dengan Demokrat selama kurang lebih 10 tahun mematahkan dominasi PDIP sebagai partai besar. Yang jelas awalnya dari situ. SBY yang jadi menterinya Mega ditengarai sudah berjanji tak akan maju Pilpres. Nyatanya maju dan menang mengalahkan mantan bosnya," tuturnya. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.