WahanaNews.co | Keputusan Kementerian Agama (Kemenag) menggeser hari libur Maulid Nabi Muhammad dari Selasa (19/10/2021) jadi Rabu (20/10/2021) menuai polemik. Sejumlah pihak sontak meluncurkan pertanyaan atas keputusan tersebut.
Selain itu, pemerintah juga meniadakan cuti menjelang Natal yang sedianya jatuh pada 24 Desember 2021.
Baca Juga:
Kemenkeu Bekukan Anggaran Rp50,14 Triliun Melalui Kebijakan Automatic Adjustment
Pemerintah beralasan penggeseran ini untuk membatasi mobilitas warga demi menanggulangi penyebaran Covid-19.
Hari libur Maulid Nabi digeser ke hari Rabu karena libur Selasa dipandang menjadikan Senin sebagai “hari kejepit”, atau hari yang jatuh di antara dua libur.
Hal tersebut membuat warga berpotensi memperpanjang hari libur Sabtu-Minggu. Libur panjang dikhawatirkan akan meningkatkan mobilitas masyarakat.
Baca Juga:
Berkali-kali Tertunda, Netanyahu Akan Diadili atas Tuduhan Korupsi
Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menyebut alasan pemerintah adalah demi menanggulangi potensi serangan Covid-19.
Ia juga menambahkan bahwa penggeseran hari libur ini tidak berarti masyarakat tidak boleh merayakan Maulid Nabi.
“Penggeseran libur ini untuk mencegah penyebaran Covid-19. Tidak ada yang bisa menggaransi bahwa tidak akan ada serangan Covid-19 berikutnya,” tutur Kamaruddin.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritik kebijakan pemerintah. Menurutnya, mengingat situasi Covid-19 sudah mereda, hari libur Maulid Nabi tidak perlu digeser.
“Bahkan di Papua sudah ada PON (Pekan Olahraga Nasional). Jadi aneh saja libur keagamaan diundur karena ‘harpitnas’,” kata Hidayat.
Hidayat mempertanyakan kenapa Kemenag kukuh menggeser libur keagamaan. Padahal, kebijakan pelonggaran sudah dilakukan dengan gelaran PON dan dibukanya pintu bandara Bali untuk wisatawan asing.
“Kenapa hati-hatinya hanya dalam libur keagamaan?” tanya Hidayat.
Kamaruddin beralasan bahwa masyarakat cenderung lebih masif dalam merayakan hari keagamaan. Ia merujuk penyebaran varian Delta Covid-19 yang masif setelah Idulfitri.
Kamaruddin pun berjanji pemerintah akan terus mengevaluasi kebijakan tentang hari libur keagamaan sesuai tinjauan atas situasi Covid-19.
Menurutnya, keputusan Kemenag sekadar respons atas situasi pandemi yang dinamis. [rin]