“Ada pedagang kecil yang hanya butuh Rp3 juta, tapi karena terjerat bunga, hutangnya bisa berlipat hingga Rp15 juta. Di sinilah BMM bekerja, memberi akses modal tanpa riba agar ekonomi umat tumbuh sehat,” jelasnya.
Ia menambahkan, masjid memiliki potensi besar sebagai pusat aktivitas sosial-ekonomi, bukan sekadar tempat ibadah.
Baca Juga:
Labuhanbatu Kirim 17 Mahasiswa ke Universitas Al-Azhar Kairo
Sejak masa Rasulullah SAW, masjid telah menjadi pusat dakwah, pendidikan, dan pengelolaan baitul mal.
“Rasulullah menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas umat. Semangat itu yang kita hidupkan kembali melalui BMM–MADADA agar masjid benar-benar menjadi poros pemberdayaan umat,” tuturnya.
Imdadun juga menegaskan pentingnya sinergi kelembagaan antara BAZNAS dan Kemenag dalam menjalankan program ini.
Baca Juga:
Lantik Pimpinan BAZNAS Periode 2025-2030, Gubernur Al Haris Dorong Pengelolaan Zakat Yang Baik Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Kemenag, kata dia, berperan sebagai pendamping dan penguat tata kelola kelembagaan masjid agar pengelolaan dana umat semakin profesional dan akuntabel.
“Kemenag lembaga struktural, BAZNAS lembaga non-struktural. Maka yang non-struktural ini harus bersandar pada yang struktural. Ini kemitraan yang memperkuat profesionalitas dan akuntabilitas pengelolaan dana umat,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menyampaikan bahwa Kemenag berkomitmen untuk memperluas implementasi program MADADA di berbagai daerah di Indonesia.