WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan bahwa mereka akan memasukkan pengaturan mengenai kecerdasan buatan (AI) dan sistem royalti dalam revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Langkah ini diambil sebagai respons atas pesatnya perkembangan teknologi yang telah menciptakan tantangan baru dalam perlindungan kekayaan intelektual, khususnya hak cipta.
Baca Juga:
Dokter Cabul di RSHS Dibidik IDI dan Kemenkumham
Meski proses revisi sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Kemenkumham masih menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bagian dari proses legislasi.
DIM tersebut akan menjadi panduan dalam merumuskan pasal-pasal perubahan yang akan dibahas bersama.
“Revisi UU Hak Cipta ini sudah masuk ke dalam Prolegnas. Ini merupakan inisiatif dari DPR dan kami masih menunggu DIM dari DPR,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Razilu, saat dikonfirmasi pada Jumat (23/5/2025).
Baca Juga:
Anggota DPR RI Komisi XIII, Maruli Siahaan, Hadiri RDP Evaluasi Kinerja Kemenkumham
Razilu menjelaskan bahwa keberadaan AI sebagai alat bantu dalam proses penciptaan karya sudah menjadi realitas yang tidak bisa dihindari.
Namun, ia menegaskan bahwa regulasi yang ada saat ini belum cukup memadai untuk menjawab tantangan baru tersebut.
Oleh karena itu, pembaruan undang-undang dinilai mendesak agar dapat mengatur secara lebih adaptif dan kolaboratif tentang keterlibatan teknologi dalam proses kreatif.
“Tetap kita bisa memanfaatkan AI. Tetapi murni bukan dia sebenarnya yang berkarya, yang berkarya tetap kita, manusianya,” tegas Razilu.
DJKI menilai bahwa AI tidak dapat disamakan dengan subjek pencipta karya.
Jika sebuah karya sepenuhnya dihasilkan oleh AI tanpa adanya intervensi atau kontribusi manusia, maka karya tersebut tidak akan memperoleh perlindungan hak cipta.
Sebaliknya, apabila terdapat campur tangan manusia dalam proses penciptaan meskipun menggunakan bantuan AI, maka perlindungan hak cipta dapat diberlakukan.
“Tapi kalau ada kontribusi dari manusianya, ada peran dari orang-orang untuk menghasilkan sesuatu dengan memanfaatkan AI. Itu akan diberikan hak cipta,” jelas Razilu.
Langkah revisi ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin menyeimbangkan antara pemanfaatan teknologi terbaru dan perlindungan terhadap para pencipta karya agar tidak dirugikan.
Pembaruan undang-undang juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam pemanfaatan AI di bidang kreatif, serta menjamin adanya penghargaan yang layak melalui sistem royalti bagi pencipta asli karya.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]