Anggaran subsidi energi turun dari Rp 341 triliun menjadi Rp 119 triliun atau hemat 65 persen.
"Penambahan ruang fiskal memungkinkan Pemerintah untuk menaikkan anggaran sektor lain seperti infrastruktur dan dana bantuan sosial dan juga anggaran untuk pendidikan dan Kesehatan,” ungkap Febrio.
Baca Juga:
Negara G20 Gagal Sepakati Soal Pemangkasan Bahan Bakar Fosil
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo, mengatakan, reformasi subsidi BBM pernah dilakukan di tahun 2015 dan subsidi listrik di tahun 2017 dapat menjadi pembelajaran penting, khususnya untuk mengubah mindset dari belanja konsumtif ke belanja produktif.
"Mengubah belanja kurang produktif menjadi belanja yang produktif. Ini kebijakan subsidi energi yang tepat sasaran," kata Wahyu.
Seperti diketahui, subsidi listrik 2021 mencapai Rp 56,61 triliun, termasuk pembayaran diskon tarif PEN 2021 Rp 8,79 triliun.
Baca Juga:
Vladimir Putin: Meski Ada Sanksi, Ekonomi Rusia Ungguli Banyak Anggota G20
Lalu, subsidi elpiji 3 kg tahun 2021 sebesar Rp 67,62 triliun, termasuk pembayaran kurang bayar Rp 3,72 triliun.
Tahun 2015-2021, rata-rata porsi subsidi energi didominasi oleh subsidi listrik.
Wahyu mengatakan, subsidi energi tidak tepat sasaran, belum efektif turunkan kemiskinan dan ketimpangan.